Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani mengatakan bahwa pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan diresmikan pada awal tahun 2016 nanti, harus diimbangi dengan perlindungan tenaga kerja.
Perlindungan tersebut tidak hanya sekedar mempersulit tenaga kerja asing bekerja di Indonesia, tetapi juga meminimalisasi pemberian izin pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diajukan ke Pengadilan Perselisihan Perburuhan.
“Pengetatan pemberian ijin PHK dapat berdampak pada kesiapan Indonesia dalam menghadapi bonus demografi yang sedang berlangsung sejak tahun 2012 hingga 2045 mendatang,” kata Irma dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/8).
Bonus demografi, akan memberikan sumbangsih angkatan kerja usia produktif (dari 19-45 tahun) sebanyak 4,5 juta per tahun.
“Karena itu, MEA dan bonus demografi harus dimanfaatkan Indonesia untuk memperkuat ketahanan ekonomi, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Sementara, peneliti Constitusional Review Labour, Research and Consulting, Muhammad Hafidz menilai kemudahan pemberian ijin PHK terhadap pekerja yang diajukan oleh pengusaha ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang mengadili sengketa ketenagakerjaan, disebabkan adanya pengaturan yang berbeda dalam dua Undang-Undang.
Menurutnya, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 151 ayat (1), mewajibkan kepada pengusaha dan pekerja untuk mengusahakan dengan segala daya upaya tidak terjadi PHK.
Namun, dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial khususnya Penjelasan Umum, mengatur kebolehan PHK apabila salah satu pihak sudah tidak lagi menghendaki untuk terikat dalam suatu hubungan kerja.
“Dengan memberlakukan dua undang-undang yang saling bertentangan itu, Pemerintah semakin terlihat setengah hati dalam memberikan perlindungan bagi pekerja,” kata Hafidz.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang