Jombang, Aktual.com – Sidang Komisi C Bahtsul Masail Qanuniyyah pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 akhirnya selesai. Sidang yang dipimpin KH Ridwan Rais itu membahas tujuh poin utama yang hasilnya akan diplenokan bersama enam komisi lainnya.
Tujuh poin bahasan itu menyangkut perlindungan umat beragama, pendidikan agama, Pilkada, sumber daya alam, haji, tenaga kerja Indonesia dan menyangkut Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
Wakil Ketua PCNU Bone Muh Amir yang mengikuti jalannya persidangan mengatakan, secara keseluruhan pembahasan di Komisi C berjalan lancar. Seluruh peserta mengusulkan berbagai masukan dan disimpulkan oleh pimpinan sidang.
Menyangkut pelaksanaan pendidikan agama misalnya, disepakati bersama agar bisa masuk ke sekolah-sekolah berbagai jenjang pendidikan. Selama ini pendidikan agama dinilai tidak maksimal.
Untuk penyelenggaraan Pilkada, muktamirin menyepakati untuk merekomendasikan agar pembiayaannya murah namun tetap berkualitas.
“Pembiayaan Pilkada disinyalir masih gunakan dana sponsor. Peluang adanya manipulasi suara juga sangat tinggi karena adanya sponsor. Nah, ke depan diharapkan tidak lagi menggunakan sponsor,” kata Amir kepada Aktual bersama media lainnya, Selasa (4/8).
Untuk pengelolaan sumber daya alam yang dikelola pemerintah juga dianggap belum maksimal. Pemerintah selama ini masih belum memberdayakan warga pribumi pada sumber-sumber produksi dan atau eksplorasi. Di sisi lain, investor asing diberikan kesempatan besar untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia.
“Masalah jamaah haji, diusulkan supaya masa tunggu jamaah haji dikurangi. Diberi penegasan supaya orang yang sudah haji tidak diberikan kesempatan untuk haji (lagi),” jelasnya.
Pemerintah jangan hanya melihat dari segi kemampuan, namun melupakan segi kesehatan calon jamaah haji. Penting pula memprioritaskan calon haji (calhaj) yang sudah berumur tua namun belum berhaji.
Transportasi, katering dan pemondokan, menjadi hal krusial yang mendapatkan perhatian. Sebab dari situ tindak pidana korupsi muncul.
“Banyak TKI yang diberangkatkan tidak profesional, banyak yang disana (luar negeri) beralih pekerjaan. Mereka menjadi pembantu rumah tangga, itu bukan lagi pembantu rumah tangga tapi jadi budak,” kata Amir.
Terakhir, Komisi C merekomendasikan agar BPJS dilaksanakan secara syariyyah. Seperti halnya fatwa MUI, muktamirin menghendaki agar pengelolaan BPJS dilaksanakan secara transparan.
“BPJS itu boleh, tapi harus disyariahkan. Jelas orangnya, pembayarannya, pengelolaan dananya, dan lain-lain. Yang sekarang ini kan belum syariyyah,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh: