Jakarta, Aktual.com — Ketua SETARA Institute Hendardi menyesalkan penggusuran paksa yang dilakukan ratusan personil tentara dari Kodam IV Diponegoro pada Sabtu (25/7) lalu.
Ia mengaku prihatin karena cara-cara rezim Orde Baru masih saja dilakukan di era demokrasi yang sedang sedang berkembang pesat di negara ini.
”Ironisnya penggusuran paksa terhadap rumah purnawirawan TNI paling sering menimpa mereka para purnawirawan yang pangkat terakhirnya Pamen (Perwira Menengah) ke bawah, atau berpangkat rendahan saja,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (6/8).
Seharusnya jajaran pimpinan TNI seperti Panglima TNI, KASAD, KASAL, KASAU, bahkan Presiden RI selaku Panglima Tertinggi mengeluarkan rumusan kebijakan yang baik untuk mereka para purnawiran TNI.
”Mereka sejak berdinas aktif hingga pensiun sudah puluhan tahun tinggal dirumahnya itu, kalau begitu saja digusur paksa lantas dimana mereka akan tinggal ?,” terang aktivis HAM dan demokrasi ini.
Sesuai pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria tahun 1969 maka warga yang sudah lama bahkan puluhan tahun menempati dan mendiami tanah negara, apalagi warga yang menempati tanah tersebut, dalam hal ini warga Jalan Setia Budi RT 04/ RW 02 Srondol Semarang seharusnya mendapat prioritas pertama sebagai yang berhak mengajukan permohonan pembuatan Sertfikat Hak Milik (SHM).
”Gak bisa warga Jakarta sekonyong-konyong mengklaim lahan tersebut lantas menunjukkan SHM. Bagaimana bisa ?” lontar Hendardi.
Atas dasar itu, Hendardi mengimbau warga yang digusur paksa tentara, selain mengajukan tuntutan ganti rugi, namun juga harus melaporkan tindakan mereka ke segenap pimpinan TNI, termasuk ke Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
Sebelumnya diberitakan pada Sabtu pagi (25/7) lalu sekitar 500 personil Kodam IV Diponegoro tanpa surat peringatan sama sekali, dan tanpa dasar hukum yang jelas menggusur paksa 33 kepala keluarga yang tinggal di Jalan Setia Budi RT 04 / RW 02 Kelurahan Srondol Kulon Kecamatan Banyumanik Semarang.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid