Jakarta, Aktual.co —   Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-2019 menargetkan produksi gula mencapai 3,8 juta ton. Namun, hal tersebut menimbulkan polemik dalam indutri gula di dalam negeri yang terbagi dalam dua kelompok, yakni gula kristal putih (GKP) untuk kebutuhan langsung dan gula kristal rafinasi (GKR) untuk kebutuhan industri makanan/minuman.

Beberapa pihak menilai perlu adanya penyatuan antara GKP dan GKR agar neraca gula Indonesia dapat dengan mudah dihitung. Namun, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menolak keras hal tersebut.

“Indonesia belum siap untuk itu. Luas areal gula tebu kita saat ini masih 470 ribu hektar (ha), bisa kalau sudah 750 ribu ha, produksi tebu bisa ditingkatkan dari 75 ton per ha menjadi 100 ton per ha, rendemen 10 persen, dan kapasitas terpasang pabrik gula bisa 500 ribu ton cane perday (TCD),” ujar Ketua Umum APTRI, Arum Sabil di Menara Kadin Jakarta, Senin (20/4).

Arum juga mengatakan jika GKP dan GKR saat ini disatukan, akan banyak pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan.
“Mereka seolah-olah niatnya baik, tapi kenyataannya ngga begitu,” pungkasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan data Kementerian Pertanian kebutuhan langsung GKP tahun 2015 mencapai 2,81 juta ton, dengan konsumsi rumah tangga mencapai 1,63 juta ton, industri rumah tangga 398 ribu ton, dan konsumsi khusus 781 juta ton. Sedangkan kebutuhan industri GKR mencapai 2,62 juta ton, industri besar mencapai 2,2 juta ton (85 persen), industri menengah 370 ribu ton dan industri kecil dan mikro sebesar 100 ribu ton yang totalnya mencapai 15 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka