Jakarta, Aktual.com — Pemerintah dituntut agar konsisten dalam menjalankan kebijakan hilirisasi mineral tambang. Hal itu dinilai penting guna membangun basis pertumbuhan perekonomian Indonesia, berdasarkan produksi serta meninggalkan era ekspor mineral mentah ke luar negeri menyusul beroperasinya beberapa beberapa industri smelter tambang.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan bahwa dari kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri, Pemerintah dapat menambah pemasukan negara sebesar US$268 miliar atau sekitar Rp3.628 triliun (asumsi kurs Rp 13.541 per dolar Amerika Serikat), dalam rentang waktu 2017-2023.
“Hal tersebut berdasarkan hasil kajian IRESS terhadap manfaat ekonomi kebijakan hilirisasi mineral serta dampak yang ditimbulkan dari kebijakan larangan ekspor bijih mineral terhadap kemakmuran rakyat tahun lalu,” kata Marwan di Jakarta, Minggu (9/8).
Ia menerangkan, perkiraan tersebut diperoleh dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit sekitar US$18 miliar, tembaga sebesar US$13,2 miliar, dan nikel US$9 miliar. Selain itu, saat ini terdapat total 178 izin usaha pertambangan (IUP) yang tengah dalam proses membangun smelter dan mayoritas proyek pengerjaan smelter ini baru mencapai studi uji kelayakan sebanyak 102 izin.
“15 izin sedang menjalani proses analisis mengenai dampak lingkungan, 12 izin sedang melakukan pembangunan dan awal konstruksi pabrik, 20 izin sedang dalam tahap pertengahan konstruksi pabrik, 4 izin mencapai akhir tahap konstruksi dan 25 izin sudah menyelesaikan tahap commissioning atau sudah mulai berproduksi,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby