Jakarta, Aktual.com — Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy mengaku tidak memiliki optimisme perbaikan terhadap Kabinet Kerja Baru hasil Reshuffle beberapa waktu lalu. Di tengah situasi ekonomi abnormal yang selalu berulang ini, dengan pergantian personil kabinet sekarang pun tidak ada jaminan situasi abnormal itu tidak berulang.
“Apalagi Darmin Nasution diposisikan sebagai Menko Perekonomian yang berarti kebijakan bermuatan neoliberal terjamin berkesinambungan (sustainability policy). Jaminan kesinambungan kebijakan neoliberal ini juga memperoleh pilar yang kuat. Kalau di era SBY, pilar itu dilaksanakan Gita Wirjawan. Kini Thomas Lembong-lah pelaksananya. Itu terlihat dari latar belakang, jenjang karir dan penampilan kinerja mereka,” kata Noorsy saat dihubungi Aktual di Jakarta, Jumat (14/8).
Sementara itu, sosok Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli akan kesulitan berbuat banyak di semester II ini disebabkan kebijakan ekonomi pada semester I yang sudah diberlakukan melalui APBN-P 2015 yang sesungguhnya tidak memihak pada rakyat.
Ia menuturkan, melihat komposisi personalia Kabinet Kerja seperti yang diputuskan beberapa waktu lalu, dirinya tidak meyakini keenam Menteri Baru akan mampu membuat kebijakan yang menyegarkan.
“Makanya saya menyebut, perombakan kabinet tidak mampu mengatasi tekanan ekonomi selama tidak mengubah struktur perekonomian yang timpang dan kebijakannya masih berkarakter business as usual. Itu berarti Trisakti, Revolusi Mental dan Nawacita tinggal kata-kata di tengah posisi bangsa menjadi pembantu di rumahnya sendiri dengan tuan yang datang dari berbagai bangsa,” jelasnya.
Dirinya pun merasa heran lantaran dari beredarnya tujuh hingga 12 kursi Menteri yang dikabarkan akan diganti, justru hanya lima kursi Menteri dan satu selevel Menteri yang diganti. Ia pun menilai telah terjadi aksi tarik-menarik dan kompromi optimal di lingkungan Istana.
“Saya menduga ini adalah kompromi optimal dari Megawati, Luhut B Panjaitan, Jusuf Kalla, Surya Paloh, dan Joko Widodo sendiri. Sulit dihindari berlangsungnya tekan menekan secara politik walau dilakukan dengan lembut. Masalahnya, apakah gesekan politik berbuah pergantian enam orang itu demi keluhuran kepentingan nasional?,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka