Jakarta, Aktual.co — Kabupaten Gianyar, Bali mewarisi ribuan peninggalan seni dan budaya yang hingga kini mampu menjadi daya tarik wisatawan dalam dan luar negeri berkunjung ke daerah ini.

“Warisan seni budaya tersebut hingga kini tetap terpelihara, lestari dan dijaga kesinambungannya dengan baik,” kata Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata di Gianyar, Sabtu (18/4).

Kokoh dan lestarinya seni budaya di daerah “gudang seni” Kabupaten Gianyar itu tercermin dalam pementasan pawai budaya “Dira Jagadhita” yang digelar serangkaian menyambut HUT ke-244 Kota Gianyar ke-244, Jumat (17/4).

Tujuh kecamatan ambil bagian dalam pawai tersebut, mempersembahkan totalitas seni budaya yang mereka miliki.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar Gusti Ngurah Wijana menjelaskan, pawai budaya dikemas dengan konsep mengenalkan pusaka -pusaka daerah, yang di dalamnya terdapat peninggalan bangunan kerajaan dan tempat bersejarah yang disucikan. “Kami ingin kenalkan kearifan lokal budaya yang dimiliki masing- masing desa,” ungkapnya.

Pawai diawali dengan atraksi marching band dari Universitas Warmadewa, marching band tradisi dari SMK 3 Sukawati dan partisipasi dari Yogyakarta.

Masing-masing kecamatan unjuk kebolehan, diawali dari Kecamatan Gianyar yang diwakili desa Bakbakan, menceritakan asal-usul berdirinya Puri Bakbakan. Kecamatan Tampaksiring, mengambil sejarah daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan. Dimana, DAS Pakerisan telah menjadi bagian warisan budaya dunia yang harus dilestarikan.

Kecamatan Ubud mengisahkan terbentuknya Desa Singakerta, kecamatan Payangan, yang diwakili Desa Kelusa mengambil judul Aci Keburan. Menceritakan sejarah awal berdirinya Pura Hyang Api, yang hingga saat ini memiliki tradisi pergelaran tajen yang wajib dilaksanakan selama satu bulan tujuh hari dalam setiap odalan.

Menyusul Desa Bedulu, sebagai duta kecamatan Blahbatuh menampilkan fragmentari dengan tema Bubuksah Gagangaking. Cerita tersebut berkaitan sejarah Goa Gajah, Kecamatan Tegalalang mengambil kisah Samudra Mantana, tentang cikal bakal patung Garuda yang menjadi ikon di Pakuduwi.

Penampilan terakhir disuguhkan oleh kecamatan Sukawati yang membawakan tema Siwa Murti Wisesa Sakti. Lakon tersebut mengisahkan tentang penciptaan alam beserta isinya. Namun, suatu waktu, karena ulah garang para raksasa menghancurkan seisi alam.

Artikel ini ditulis oleh: