Jakarta, Aktual.com — Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pemerintah membuat asumsi makro yang dinilai terlalu optimis dan tidak memikirkan hal buruk yang terjadi, seperti harga minyak mentah yang bisa merosot kembali.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono mengatakan pemerintah perlu membuat RAPBN Perubahan. Pasalnya, ekspor hingga kini masih tertekan, surplus neraca perdagangan masih kuantitaif dengan kualitas buruk, barang modal turun, bahkan investasi turun.
“Satu-satunya cara menyelamatkan 2016 ya ada fiskal, belanja pemerintah seperti di Amerika Serikat tahun 2008. Bedanya, kita 3 persen by definition boleh lah, masalahnya itu memberikan persepsi negatif sekali untuk pasar,” ujar Tony di Gedung Bank Indonesia Thamrin Jakarta, Rabu (19/8).
Pemerintah mengklaim asumsi makro yang dibuat dalam RAPBN 2016 cukup realistis, dengan prediksi kondisi AS yang membaik dengan naiknya suku bunga The Fed, serta harga minyak mentah yang membaik.
Hal tersebut justru ditanggapi pesimis oleh Tony. Anjloknya harga minyak diprediksi masih akan bertahan lama. “Dasar saya itu, shale gas dan oil di bawah 20 per barel. Jadi boro-boro kembali ke 70, naik ke 50 aja susah.”
Selain harga minyak mentah, menurut Tony devaluasi yuan sangat mungkin akan kembali dilakukan China, demi memperbaiki daya saingnya. Selain itu, krisis Yunani juga diprediksi akan kembali meledak.
“Devaluasi yuan terus akan ada perang kurs, nanti arahnya perang kurs, yang lain juga nurunin,” jelas dia.
Tony juga mengatakan bahwa kondisi perekonomian global dan domestik 2016 akan semakin rumit. Namun, menurutnya segala kemungkinan bisa terjadi, hanya selama ini imbasnya terderivasi, khususnya pada minyak mentah.
“Ya apesnya Pak Jokowi lah. Kita benar-benar terjepit,” pungkasnya sambil guyon.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka