Surabaya, Aktual.co — Presiden Joko Widodo akhirnya memenuhi undanganya dan hadir dalam peringatan  Harlah PMII ke-55 Muktamar Pergerakan (Pembela Bangsa, Penegak Agama) yang digelar di Masjid Al-Akbar Surabaya.
Dalam kesempatan pidatonya, Jokowi menyempatkan diri untuk berbicara tentang belum dieksekusinya 11 terpidana mati dalam kasus narkoba yang mayoritas warga negara asing.
Menurutnya, 11 terpidana mati tersebut  harus menjalani proses hukum terlebih dahulu. Dan itu menjadi wewenang Kejaksaan Agung. Sementara Presiden hanya berwenang mengenai penolakan grasi.
“Dalam hal ini tugas presiden itu  menolak grasi. Jadi mereka tidak langsung dieksekusi, tetapi harus ada proses hukumnya lebih dulu. Dan  itu wilayahnya kejaksaan agung” kata Jokowi, Jum’at (17/4).
Dikemukakan oleh Jokowi, Indonesia sudah layak disebut darurat narkoba. Sebab, dalam sehari ada 50 orang,  dan 18 ribu orang setahun  meninggal karena narkoba. Sementara  1,2 juta orang pecandu narkoba sudah tidak bisa direhabilitasi lagi.
“Oleh sebab itu, dengan kondisi yang seperti ini, saya tegaskan jika ada grasi yang masuk ke saya, saya pastikan tandatangani untuk ditolak,” ujar Jokowi dan disambut ribuan anggta PMII.
Sejauh ini, Jokowi mengakui memang terus mendapat tekanan dari negara luar negeri  terkait eksekusi mati terpidana kasus narkoba tersebut. Mulai dari telepon kepala negara, presiden dan perdana menteri, raja, hingga mendapatkan  surat dari Human Rights dan Amnesti International yang terus meminta untuk tidak melakukan eksekusi mati warga negaranya yang menjadi terpidana di Indonesia.
“Setiap hari ada telepon dengan permintaan yang sama. Tetapi, kembali saya  tegaskan ini adalah kedaulatan negara kita dan kedaulatan hukum kita,” terang Jokowi.

Artikel ini ditulis oleh: