Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi perlu segera dimasukkan dalam konstitusi agar keberlangsungan lembaga itu tetap terjamin. Apalagi, selama ini lembaga antirasuah itu terlahir dalam Undang-undang yang dibentuk melalui kebijakan hukum terbuka di parlemen, tanpa memiliki landasan dalam UUD 1945.

“Kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap ‘urgen’ dalam pemberantasan korupsi maka seharusnya KPK memiliki ‘cantolan’ dalam konstitusi,” kata pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia Sri Hastuti Puspitasari di Yogyakarta, Jumat (21/8).

Padahal, UU yang mucul dari konsep open legal policy sangat mudah diamendemen atau direvisi. “Makanya KPK sangat riskan untuk dibubarkan kapan saja,” ujar dia.

Menurut dia, lembaga pembatu negara yang sama pentingnya dengan KPK namun belum memiliki landasan konstitusi yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). “Keberadaan keduanya sama-sama penting, namun hingga kini belum masuk dalam konstitusi,” kata dia.

Dia mengatakan, apabila KPK tidak memiliki payung hukum setingkat konstitusi, maka pada keanggotaan parlemen periode selanjutnya, akan memiliki kemungkinan kewenangan lembaga antirasuah itu akan dipersempit atau bahkan dibubarkan.

“Setelah memiliki landasan konstitusi maka akan sulit dikerdilkan atau dibubarkan,” kata dia.

Oleh sebab itu, ia berharap UUD 1945 dapat diamendemen dengan memasukkan UU KPK dalam salah satu ayat yang ada di UUD 1945 atau membuatkan pasal khusus mengenai KPK dalam UUD 1945.

Meski demikian, ia berharap amendemen UUD 1945 tetap dilakukan secara selektif dengan menyiapkan materi-materi yang dianggap prioritas bagi kepentingan publik, bukan kepentingan kelompok.

“Kalau perubahan UUD 1945 reaksioner, maka akan ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dengan memasukkan sebesar-besarnya kepentingannya masuk dalam konstitusi,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu