Jakarta, Aktual.co — Mantan Menko Perekonomian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chairul Tanjung (CT) menjadi guru besar (profesor) pertama bidang kewirausahaan di Indonesia.

“Pak Nuh (mantan Mendikbud Prof Mohammad Nuh) bilang saat ini belum ada guru besar kewirausahaan di Indonesia, jadi saya yang pertama, tapi hal itu justru tugas yang berat,” ujar Chairul Tandjung di Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/4).

Didampingi Rektor Unair Prof Fasich, ia mengemukakan hal itu dalam konferensi pers menjelang pengukuhan dirinya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair Surabaya pada 18 April 2015.

Dalam konferensi pers yang juga dihadiri Ketua Majelis Wali Amanah (MWA) Unair, Sudi Silalahi, Ketua Senat Akademik Universitas (SAU) Prof Muhammad Amin, dan anggota MWA Prof Mohammad Nuh, ia menyatakan pihak yang tahu ilmu kewirausahaan adalah para pengusaha.

“Masalahnya, pengusaha itu umumnya menularkan ilmunya tentang jatuh-bangun dan makan asam dan garam pengalaman itu kepada anak atau keluarga, tapi saya terpanggil untuk berbagi kepada bangsa ini,” katanya.

Oleh karena itu, pendiri dan pemimpin CT Corp itu mengaku dirinya tidak hanya akan mengajar kewirausahaan di Unair, melainkan akan merintis sekolah atau fakultas kewirausahaan di Unair.

“Sebagai guru besar, saya akan mengajar, tapi sebagai dosen tidak tetap, maka saya akan mengajar tapi tidak ngantor seperti layaknya dosen. Mungkin bentuknya kuliah umum, tapi saya juga akan merancang sekolah enterpreneurship, insya-Allah tahun 2016, tapi kurikulum masih dibahas,” tukasnya.

Terkait orasi ilmiah bertajuk “CT Enterpreneurship: Perpaduan Pragmatisme, Idealisme, dan Tata Nilai Ke-Indonesiaan”, ia mengatakan pragmatisme dalam bisnis itu merupakan keniscayaan, karena yang namanya bisnis itu memang mencari untung.

“Tapi, keuntungan itu tidak bersifat khusus untuk perusahaan itu saja, karena perusahaan itu membayar pajak kepada negara yang bisa digunakan membangun,” ucap mantan Ketua Komite Ekonomi Nasional (2010-2014).

Selain itu, perusahaan itu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan perusahaan itu juga tidak bisa melakukan tindakan yang menyinggung bangsa, negara, daerah, budaya, dan agama.

“Jadi, bisnis itu bukan semata-mata pragmatisme (cari untung), tapi ada perpaduan antara pragmatisme, idealisme, dan tata nilai. Idealisme itu terkait kontribusi ekonomi untuk bangsa dan negara, sedangkan tata nilai itu terkait regulasi dan budaya serta agama terkait bisnis itu harus bermanfaat untuk masyarakat. Intinya, bisnis itu cari berkah,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka