Presiden Joko Widodo (kanan) dan PM Inggris David Cameron (kiri) bergegas usai memberikan pernyataan pers bersama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/7). Kedua pemimpin tersebut melakukan pertemuan bilateral untuk meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara di berbagai bidang diantaranya kemaritiman, luar angkasa sipil dan pemberantasan aksi terorisme. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ed/foc/15.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Rizal Sukma, berpendapat Indonesia harus mampu menerjemahkan politik luar negerinya agar tidak menjadi bidak dalam pergeseran kekuatan strategis global yang sedang terjadi.

“Polugri bebas aktif harus diterjemahkan dalam sebuah kebijakan yang lebih praktikal dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang praktikal pula,” katanya dalam Seminar Nasional XXVI Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) di Jakarta, Kamis (27/8).

Pergeseran kekuatan strategis global tersebut melibatkan dimensi rivalitas AS-Tiongkok, Tiongkok-Jepang, dan Tiongkok-India yang akan mewarnai dinamika politik di kawasan untuk jangka waktu yang lama.

Rizal mengatakan bahwa Indonesia harus mampu bertindak menyikapi pergeseran kekuatan global tersebut agar dapat turut terlibat dalam membentuk pola kekuasaan di regional.

“Misalnya apabila Tiongkok-Jepang terlibat perang karena pulau Senkaku (Diaoyutai), maka posisi Indonesia harus seperti apa? Tidak boleh hanya berdoa saja,” kata dia.

Rizal menyayangkan belum banyak perdebatan terkait hal tersebut di Indonesia, baik di tingkat akademisi maupun di Kementerian Luar Negeri. Indonesia juga dianggapnya belum punya kebiasaan melihat 10-20 tahun mendatang berdasarkan tren kekuatan strategis global.

“Ini yang harus dimulai oleh LIPI dan lembaga kajian strategis lainnya tentang di mana posisi kita dalam konteks lingkungan strategis yang jauh lebih rumit implikasinya ketimbang akhir Perang Dingin 1989,” kata lulusan London School of Economics and Political Science, Inggris, tersebut.

Rizal menjelaskan bahwa pola kekuatan dunia yang akan terbentuk di kawasan Asia Pasifik secara keseluruhan ditandai oleh banyaknya negara yang memiliki kekuatan dan pengaruh seimbang, yang pola hubungan di antara mereka ditandai dengan elemen-elemen kooperatif dan kompetitif.

Fenomena tersebut merupakan wujud pergeseran kekuatan strategis global yang diwarnai oleh pergeseran poros dinamika politik dan geoekonomi untuk 20-50 tahun mendatang.

Rizal mengatakan bahwa tidak pernah dalam 1.000 tahun belakangan terdapat satu masa di mana kekuatan Tiongkok dan Jepang seimbang dalam satu waktu.

“Biasanya kalau Tiongkok di atas, Jepang di bawah, dan sebaliknya. Sekarang jauh lebih kompleks lagi karena ada AS dan India,” kata salah satu calon duta besar yang baru-baru ini diusulkan oleh Presiden Joko Widodo tersebut.

Dia berpendapat bahwa fenomena tersebut akan membuat berbagai persoalan tantangan geopolitik Indonesia menjadi tidak mudah, sehingga pemerintah perlu merumuskan tindakan yang praktikal terhadap fenomena tersebut.

Artikel ini ditulis oleh: