Jaksa Agung HM Prasetyo, ditanya wartawan usai melakukan pertemuan tertutup di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (21/8/2015). Jajaran Pimpinan DPR RI bertemu dengan Jaksa Agung HM Prasetyo guna berkonsultasi soal soal pengaduan yang diterima DPR terkait kasus salah geledah pihak Kejaksaan terhadap PT Victoria Sekuritas beberapa waktu lalu. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berharap putusan Peninjauan Kembali (PK) Yayasan Supersemar yang mengharuskan membayar 315 juta dolar AS dan Rp139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat ini secepatnya eksekusi.

“Lebih bagus dilaksanakan secepatnya,” katanya di Jakarta, Jumat (28/8).

Namun, kata dia, persoalannya eksekusi itu merupakan kewenangan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “PN Jaksel sendiri belum menerima salinan putusannya. Tentunya kalau sudah ada, pihak pengadilan akan melakukan verifikasi untuk mendapatkan pembayaran termasuk aset. Kita akan terus berkoordinasi,” kata dia.

Dalam PK yang dijatuhkan pada 8 Juli 2015 tersebut, Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dolar AS dan Rp 139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat ini.

Putusan diambil oleh ketua majelis Suwardi, Soltoni Mohdally dan Mahdi Sorinda yang mengabulkan PK yang diajukan Negara RI cq Presiden RI melawan mantan presiden Soeharto dan ahli warisnya sekaligus menolak PK yang diajukan Yayasan Supersemar.

Artinya PK tersebut memperbaiki kesalahan pengetikan putusan pada 2010 yang dipimpin oleh Harifin Tumpa (saat itu menjabat sebagai ketua MA) dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto memutuskan harus membayar kembali kepada negara sebesar 315 juta dolar AS (berasal dari 75 persen dari 420 juta dolar AS) dan Rp 139,2 miliar (berasal dari 75 persen dari Rp 185,918 miliar). Namun dalam putusannya MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tapi Rp 139,2 juta.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu