Jakarta, Aktual.com — Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB Prof Purwiyatno Hariyadi menyebutkan, kondisi keamanan pangan di dunia memprihatikankan termasuk Indonesia, setiap tahun permasalahan ketahanan pangan menyebabkan kematian sebanyak 2.500 orang dan 411.500 orang sakit.
“BPOM RI melaporkan bahwa setiap tahun, permasalahan pangan menyebabkan kematian sebanyak 2.500 orang dan 411.500 orang sakit,” kata Prof Purwiyatno dalam acara orasi ilmiah guru besar IPB di Bogor, Sabtu (29/8).
Dia mengatakan, pada level dunia, WHO melaporkan bahwa terdapat sekitar dua juta korban meninggal setiap tahunnya akibat pangan tidak aman. Termasuk di Amerika Serikat, pangan tidak aman setiap tahunnya menyebabkan 5.000 orang meninggal, 76 juta orang sakit dan 325.000 orang harus dirawat di rumah sakit.
Dalam orasi yang berjudul “Tantangan Ganda Keamanan Pangan di Indonesia: Peranan Rekayasa Proses Pangan”, Prof Purwiyatno menyampaikan keamanan pangan adalah prasyarat dasar produk pangan, sehingga penjaminan keamanan pangan harus melekat pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan.
“Tidak relevan berbicara kuantitas dan kualitas pangan, jika pangan tersebut tidak aman,” katanya.
Prof Purwiyatno mengatakan, konsekwensi keamanan pangan tidak hanya terhadap kesehatan (menyebabkan kematian), pangan tidak aman juga berakibat negatif terhadap ekonomi. Kerugian akibat pangan tidak aman cukup tinggi dan menjadi beban semua pihak, baik rumah tangga (konsumen), industri, maupun pemerintah.
Laporan BPOM-RI kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kasus kejadian luar biasa atau KLB keracunan pangan di Indonesia diperkirakan mencapai Rp2,9 triliun per tahun (BPOM-RI 2015). “Angka ini saya yakini lebih kecil dibandingkan dengan angka yang sesungguhnya,” ujar dia.
Pada tahun 2005, biaya keamanan pangan di Indonesia telah mencapai Rp6,7 triliun. Angka tersebut masih terlalu kecil, termasuk jika dibandingkan dengan angka kerugian ekonomi di Amerika Serikat di mana CDC memperkirakan bahwa pangan tidak aman telah menyebabkan biaya ekonomi sekitar 7,7 – 23 miliar dolar AS atau lebih dari Rp100 triliun – Rp299 triliun.
Purwiyatno mengatakan, kondisi keamanan pangan di Indonesia menghadirkan tantangan ganda. Tantangan pertama keamanan pangan muncul sebagai kondisi keamanan domestik dan tantangan kedua muncul dari globalisasi perdagangan.
“Tantangan keamanan pangan domestik berkaitan dengan kondisi IKM pangan nasional yang bersumber dari rendahnya akses IKM terhadap sumber daya modal, prasaranan dan fasilitas sanitasi, higieni, sumber daya manusia dan informasi,” katanya.
Dia menyebutkan, kondisi demikian memicu praktek-praktek penyimpangan dan produksi pangan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah cara produksi pangan yang baik (CPPB), yang pada gilirannya menyebabkan pencemaran pangan oleh mikroba, penggunaan bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan metanil yellow.
Tentang keamanan pangan globalisasi muncul dengan semakin ketatnya standar internasional keamanan pangan, di mana batas-batas maksimum cemaran menjadi semakin kecil atau dikenal dengan “chazing zero”. Contoh kasus pada standar aflatoksin yang merupakan tantangan berat bagi Indonesia dan negara berkembang pengeskpor pangan lainnya.
“Tantangan ganda keamanan pangan perlu dijawab dengan pembenahan sistem keamanan pangan nasional. Indonesia mempunyai momentum sesuai amanat Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, perlu dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu