Palembang, Aktual.com — Rasio kredit bermasalah (npl) perusahaan pembiayaan sudah mendekati batas ambang batas toleransi Otoritas Jasa Keuangan yakni dikisaran lima persen pada akhir Agustus 2015 akibat pelemahan ekonomi yang terjadi di dalam negeri.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Iwan, mengatakan, ketidaklancaran dalam pembayaran kredit ini telah menggerus pertumbuhan bisnis pembiayaan hingga 30–40 persen jika dibandingkan tahun lalu.

“Perlambatan sebenarnya sudah terasa sejak tahun lalu, tapi puncaknya terjadi setelah Lebaran tahun ini. Bisa dikatakan untuk mendapatkan nasabah baru sudah sangat sulit saat ini karena masyarakat dipaksa membuat skala prioritas dalam memenuhi kebutuhannya,” kata dia di Palembang, Minggu (30/8).

Ia mengemukakan, saat ini sudah muncul tren kesulitan membayar kredit di kalangan nasabah sehingga mulai lazim ditemui adanya penarikan kendaraan oleh perusahaan lisin.

“Nasabah yang dulunya lancar kini mulai batuk-batuk. Ada pula yang pasrah saja jika mobilnya ditarik lisin ,” ujar dia.

Menghadapi kondisi ini, menurutnya, perusahaan pembiayaan tidak ada pilihan selain bertahan yakni menjaga para nasabah tetap membayar ansuran, salah satunya dengan menawarkan restrukturisasi kredit.

“Untuk tahap awal, biasanya perusahaan akan menawari perpanjangan masa pengembalian, tapi jika cara ini justru memberatkan atau malah membuat utang nasabah semakin bertumpuk maka mau tidak mau mengunakan alternatif terakhir yakni kendaraan ditarik,” kata dia.

Di tengah situasi yang belum membaik ini, tak hanya persoalan pertumbuhan bisnis, APP juga mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja di sejumlah perusahaan pembiayaan.

“Memang saat ini belum ada yang mem-PHK, tapi jika situasi tidak berubah hingga akhir tahun maka mau tidak mau PHK menjadi salah satu solusi untuk menekan biaya produksi,” ujar dia.

Untuk itu, APP berharap pemerintah segera membenahi perekonomian dalam negeri dengan menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap dolar mengingat sangat berdampak pada bisnis pembiayaan kendaraan.

“Kenaikan harga kendaraan sudah mulai terasa karena kenaikan harga dolar. Jika harga naik, sementara daya beli masyarakat semakin menurun maka sulit untuk bertahan dalam kondisi ini,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: