Foto kombo Menkeu Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan terkait realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 di Gedung kemkeu, Jakarta, Rabu (5/8). Realisasi pendapatan negara pada semester pertama mencapai Rp.771,4 triliun atau 43,8 persen sedangkan realisasi belanja negara mencapai Rp.913,5 triliun atau 46 persen dari pagu belanja negara. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/nz/15

Jakarta, Aktual.com —  Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro memastikan akan tetap memanggil lembaga keuangan J.P Morgan sehubungan dengan rekomendasi riset di sebuah blog agar investor global melepaskan kepemilikan aset di Indonesia.

Menkeu tidak ingin langsung percaya dengan surat klarifikasi J.P Morgan yang menyebutkan rekomendasi tersebut bukan berdasarkan riset mereka, namun opini pribadi si penulis blog tersebut.

“Kami tidak mau terima saja ya (klarifikasi J.P Morgan). Itu harus ‘clear’ dulu, itu benar blog pribadi dan tidak terafiliasi dengan mereka,” ujar Bambang di Gedung DPR, Jakarta, Senin (31/8).

Bambang sebelumnya menyatakan kemungkinan akan memberikan sanksi terhadap J.P Morgan. Namun, Bambang enggan merinci jenis sanksi yang bisa diberikan pemerintah kepada bank investasi yang bermarkas di Amerika Serikat tersebut.

“Pokoknya kami panggil dulu, kami lihat keseriusan mereka untuk membuktikan,” ujarnya.

Polemik yang timbul melibatkan J.P Morgan ini bermula dari hasil riset dan rekomendasi lembaga keuangan tersebut berjudul IDR rates: Will positioning risk catch up with INDOGBs? Move to U/W.

Dalam surat klarifikasinya terhadap Menkeu, yang beredar di kalangan wartawan, J.P Morgan menyebutkan terdapat blog dan pemberitaan media online yang salah mengutip rekomendasi J.P Morgan. Kesalahan tersebut terutama mengenai rekomendasi “sell” (jual) atas obligasi Indonesia.

J.P Morgan menyatakan tidak memberikan rekomendasi “sell” atas obligasi Indonesia seperti yang ditulis oleh blog dan sebuah media online Indonesia.

Riset J.P Morgan yang muncul pada 20 Agustus 2015 itu menurunkan atau “down grade” obligasi Indonesia dari “overweight” menjadi “underweight”.

Penurunan rekomendasi itu muncul karena beberapa pertimbangan. Pertama, kebijakan devaluasi Yuan Tiongkok memperburuk prospek mata uang Asia. Kedua investor asing mulai menjual obligasi dari pasar negara-negara ” emerging market”.

Ketiga, kekhawatir meningkatnya utang pemerintah pada tahun depan sebesar 10 persen, didorong perkiraan kenaikan defisit anggaran.

Untuk pertimbangan ketiga, J.P Morgan mengacu pada Rancangan APBN 2016 yang masih dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilam Rakyat.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka