Jakarta, Aktual.com — Presiden Joko Widodo memisahkan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid IV ke dalam empat aspek, yakni penindakan, pencegahan, koordinasi supervisi (korsup) dan ‘monitoring’.
Menurut mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, menyebut pengkotak-kotakan yang dilakukan Jokowi merupakan bukti adanya pembagian ‘jatah’ untuk lembaga atau instansi tertentu. Dengan begitu, lanjut dia, biar pun kandidat tersebut tidak kompeten, tapi karena ada pembagian itu, mau tidak mau harus terpenuhi.
“Jadi pengkotakkan secara kaku di antara aspek penindakan, pencegahan, korsup, dan monitoring adalah bahasa lain dari sistem qouta atau jatah bagi instansi tertentu sehingga sekalipun tidak memenuhi kualifikasi, tapi karena harus ada unsur tertentu, sehingga masuklah unsur tersebut, baik berdasarkan gender (kelamin) maupun profesi,” papar Abdullah, saat dihubungi, Selasa (1/9).
Bahkan, sebelumnya Abdullah sempat mengatakan jika komposisi delapan nama tersebut terkesan lucu. Pasalnya, dia menganggap para kandidat tersebut tidak memenuhi syarat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
“Kalau kebutuhan Presiden atau mereka yang tidak suka KPK, mungkin sudah terpenuhi. Tapi bagi orang yang lama di KPK, komposisi di atas lucu,” ujar Abdullah.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby