Jakarta, Aktual.com — Proyek pembangungan kereta cepat Jakarta-Bandung yang berpotensi menelan anggaran Rp73 triliun menuai pro dan kontra. Salah satunya, soal pemegang proyek tersebut dan pendanaannya.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia meminta proyek kereta cepat Jakarta-Bandung seharusnya lebih memberikan solusi daripada memicu kontroversi seperti yang terjadi saat ini.

“Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung seharusnya memberikan solusi untuk membantu mengurangi kemacetan dan menekan urbanisasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bukan memicu kontroversi seperti saat ini,” ujar Yudi di Jakarta, Rabu (1/9).

Menurutnya, salah satu keunggulan kereta cepat adalah mengurangi waktu perjalanan dan akan berimbas pada perkembangan wilayah yang dilaluinya.

“Selama proyek ini sesuai aturan dan tidak membebani APBN, silahkan saja.” Katanya.

Pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub), juga harus mempertimbangkan sejauh mana proyek yang akan dibiayai dari hutang ini memiliki multiply effect untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, Yudi menegaskan, pemenang proyek tersebut haruslah yang memiliki rekam jejak zero accident. “Dan tak kalah penting harus bersinergi dengan moda transportasi lain,” kata Yudi.

Selain itu, Politikus PKS ini mempertanyakan sikap pemerintah yang baru mengusulkan proyek ini lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.

Sebagaimana tertera dalam nota keuangan yang disampaikan presiden pada pertengahan Agustus lalu, pemerintah mengusulkan PNM ke PT Wijaya Karya sebesar Rp3 triliun untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

“Komisi V menyayangkan kenapa pemerintah tidak memberikan penjelasan secara rinci terlebih dahulu tentang proyek ini kepada publik, khususnya kepada kami, sehingga menyebabkan perdebatan sejumlah kalangan,” tandasnya.

Seperti diketahui, pemerintah berencana membangun kereta cepat ini melalui konsorsium sejumlah perusahaan dari China dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN karya yang bergabung yaitu Waskita Karya, Wijaya Karya, Adhi Karya, Jasa Marga, dan PTPN VIII. Selain Cina, Jepang juga belakangan ikut memperebutkan proyek ini.

Artikel ini ditulis oleh: