Jakarta, Aktual.com — Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat perubahan dengan masuknya delik korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Dengan adanya wacana tersebut, ini dianggap mengkhawatirkan lantaran adanya anggapan memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kejaksaan.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyampaikan keluhan kepada para anggota dewan dalam pertemuan dengan Komisi III DPR pada Senin (7/9), tersebut. Menurut Prasetyo, masuknya delik korupsi dan TPPU itu perlu dipertimbangkan lebih dulu.
“Patut dijadikan dasar dan pertimbangan. Kita tunggu pendalamannya seperti apa. Kemarin saat di DPR saya kan sudah menyampaikan semuanya secara jelas. Tentunya nanti orang bisa beranggapan bahwa KPK dan Kejaksaan tidak bisa menangani kasus korupsi lagi,” kata Prasetyo, Kamis (10/9).
Prasetyo menyebut semangat yang ditunjukkan dengan merubah sejumlah pasal di KUHP sebagai langkah yang baik. Namun tentunya perlu diperhatikan hal-hal yang khusus yang perlu pengkajian yang lebih mendalam.
”Semangatnya bagus tapi kalau lex specialis tentu harus diperhatikan, nantinya diharapkan lebih fleksibel setiap saat ada dinamika atau pertimbangan hukum,” jelasnya.
Rancangan KUHP sendiri sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Mengenai delik korupsi sendiri masuk di Pasal 687-706, kemudian untuk tindak pidana pencucian uang berada di Pasal 760-767.
Dengan demikian kekhawatiran KPK, Kejaksaan Agung serta pegiat anti korupsi sangat beralasan. Karena bisa jadi nantinya perkara korupsi tidak lagi istimewa dan malah diadili di peradilan umum, bukan di peradilan tindak pidana korupsi.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby