Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi VI DPR RI Mochamad Hekal pesimistis dengan paket kebijakan ekonomi yang beberapa hari lalu diluncurkan pemerintah.

“Saya rasa masih lemah paket ini. Terbukti dengan respon pasar yang negatif setelah diumumkannya. Saya baca juga seperti tidak ada apa-apa yang bisa segera mengatasi pelemahan rupiah,” ujar Hekal di Jakarta, Sabtu (12/9).

Menurutnya, paket kebijakan tersebut tidak disertai konsep yang jelas. Ia menilai, para investor akan menahan keinginannya untuk berinvestasi di Indonesia karena ketidakpastian.

“Nggak ada yang salah, tapi kelihatannya kurang jitu. Ibarat orang sakit kanker, dikasihnya multivitamin dan suplemen saja, tapi nggak menyelesaikan masalah. Dan saya rasa investor ragu atau tidak percaya pemerintahan mampu melaksanakannya dengan cepat dan efektif,”

“Kalau pasar yakin terhadap paket Jokowi, tentu kemarin respon bagus, index saham menguat dan kurs membaik. Ini kan justru sebaliknya,” ungkapnya.

Selain itu, lemahnya nilai tukar rupiah juga berdampak pada volume ekspor yang semakin melemah.

“Tentu harus beli dolar pakai rupiah, tapi dengan penerimaan pajak akan meleset dan korporasi kinerja melemah semua, tentu pembelian dolar ini makin nyerap rupiah, sehingga untuk belanja negara maupun bayar utang mengandalkan rupiah,” paparnya.

Politikus Gerindra ini menyebutkan investor asing yang banyak memegang saham dibursa dan obligasi negara secara bisnis semakin ragu bahwa investasi mereka menguntungkan disini. “Ya mereka akan semakin tarik dollar mereka,” tambahnya.

Hal tersebut membuat rupiah semakin terpuruk karena ketidakjelasan pemerintah dalam mengatasi krisis keuangan.

“Rupiah semakin tertekan untuk menopang beban ini semua. Rupiah yang semakin sedikit akan semakin lemah untuk beli dolar ini. Sehingga, semakin melorot,” cetusnya.

Untuk itu, sambung Hekal, pemerintah harus bisa menyakinkan bahwa mereka mampu menangani krisis ini dan meyakinkan investor.

“Kondisi ini terjadi karena banyak hot money disini, banyak uang asing yang sifatnya investasi obligasi (karena Indonesia menawarkan bunga tinggi) dan saham (karena index kita naik cepat). Kurang diimbangi dengan investasi yang permanen, yang tidak bisa ditarik begitu aja. Makanya kita rentan kepada pasar.”

Artikel ini ditulis oleh: