Pro kontra terhadap ketentuan hukuman mati yang dimasukan ke dalam pembahasan revisi kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) terus menjadi polemik tersendiri.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Dr Romli Atmasasmita MH berpadangan bahwa lebih baik ketentuan hukuman mati ditiadakan alias dihapus saja.

“Tidak ada masalah, hapus saja, saya setuju kok. Kalau kita kembalikan kepada ratifikasi soal UU Ham, ketentuan konstitusi kita, kenapa tidak hapus gitu,” ujar Romli, di Gedung DPR RI, Selasa (15/9).

Menurut dia, selama ini terhadap pelaksaan hukuman mati di Indonesia juga dinilai setengah hati. Nyatanya, sambung dia, pelaku terorisme saja baru dua orang yang dieksekusi mati, tetapi selebihnya diberi grasi.

“Artinya, kalau dilihat dari perkembangan implementasi hukuman mati kita sebanarnya sudah tidak mau, politiknya sudah tidak mau ada hukuman mati. Saya kira di negara lain juga sudah dihapus ya, dan saya kira tidak perlu ada. Apalagi dalam menghukum seperti teroris yang menggunakan ideologi, ya paling diasingkan,” ujarnya.

Seharusnya, masih kata Romli, pemerintah lebih mengedapankan pada pencegahan terjadinya tindak pidana, jadi bukan malah mengedepankan ancaman hukuman mati.

“Yang penting bukan hukuman matinya, tetapi bagaimana pencegahannya. Karena kelemahan kita ada pada pencegahan, jadi dihukum mati sebanyaknya apapun tidak akan mengurangi (tindak pidana), kalau pemerintah dalam hal ini intelejennya lemah, sebagai tindak pencegahan dini,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang