Jakarta, Aktual.com — Permohonan uji materi Pasal 65 Ayat (2) Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) di Mahkamah Konstitusi, khususnya soal dana kampanye yang dibiayai negara, mendapat dukungan berbagai pihak.

Bahkan, spanduk penolakan negara mendanai kampanye calon kepala daerah banyak terpampang di berbagai ruas jalan raya ibukota.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPR, Frans Agung Mula Putra mengatakan apa yang dipersoalkan di MK adalah dana kampanye yang dibiayai negara. Dalam hal ini, DPR memandang perlu ada kesetaraan penggunaan dana kampanye.

“Supaya setara dan sama besaran dana kampanye untuk semua pasangan calon, maka negara membiayai biaya kampanye masing-masing pasangan calon,” ujar Frans di DPR, Jakarta, Rabu (16/9).

Kalau sudah demikian, lanjut politisi Partai Hanura ini, perlu ada ketegasan sanksi bagi pasangan calon yang melanggar ketentuan kampanye yang telah dibiayai negara, bahkan sanksinya sampai pada pembatalan pasangan calon.

Oleh karena itu, kata Frans, penggugat di MK tidak perlu khawatir mempersoalkan bahwa kampanye dibiayai negara menguntungkan incumben atau petahana.

“Perlu dilihat lebih mendalam tanpa dibiayai negara, petahana atau incumben selalu lebih diuntungkan. Yang perlu dilakukan adalah pembuatan aturan yang melarang penyalahgunaan fasilitas, program, dan anggaran yang menguntungkan petahana yang maju. Saya kira di Peraturan KPU sudah sangat tegas mengatur sanksi pembatalan pasangan calon yang melanggar batasan dana kampanye,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: