Jakarta, Aktual.com — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap memberikan lahan seluas 381 hektar dengan nilai sebesar Rp1,43 triliun, sebagai insentif bagi program penyediaan sejuta rumah yang sedang digiatkan oleh pemerintah.

“Kita ‘concern’ dengan masyarakat kelas bawah. Untuk membangun rusunawa (rumah susun sederhana sewa), terutama di Jabodetabek dan beberapa kota besar, kita menyediakan lahan asalkan dibangun rusunawa,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Jumat (18/9).

Menkeu mengatakan lahan tersebut merupakan bekas aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang telah dikelola oleh negara dan pemakaiannya nanti diserahkan kepada otoritas yang ingin membangun perumahan rakyat.

“Misalnya pemda DKI membutuhkan, silahkan saja, kita hibahkan ke DKI. Yang penting lahan tersebut digunakan untuk membangun rusunawa, jangan membangun apartemen mewah atau properti yang lain,” jelasnya.

Selain pemerintah daerah, otoritas lain seperti Perum Perumnas atau BUMN lainnya, maupun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa ikut terlibat dalam program yang ditawarkan Kementerian Keuangan ini.

Rincian lahan yang ditawarkan tersebut adalah 11 hektar berada di Jakarta, 79 hektar di Bogor, 90 hektar di Tangerang, 20 hektar di Bekasi, 18 hektar di Jombang, 75 hektar di Lampung, 30 hektar di Palembang, 13 hektar di Padang, enam hektar di Batam dan 36 hektar di Deli Serdang.

“Mungkin tidak semuanya bisa jadi rusunawa, karena ada daerah misalkan belum perlu rumah ke atas, bisa juga dibangun ‘landed house’. Tapi intinya kita mau dukung program sejuta rumah cepat berjalan,” ujar Menkeu.

Selain itu, terkait insentif pajak bagi sektor properti lainnya yang diberikan Kementerian Keuangan, Menkeu memastikan adanya penerbitan PMK Nomor 106/PMK.010/2015 tentang PPnBM atas hunian mewah dan revisi PP Nomor 41/1996 tentang kepemilikian properti oleh Warga Negara Asing.

“Kita akan merevisi PMK mengenai batas PPnBM untuk hunian apartemen di atas Rp10 miliar, PPnBMnya dikenakan sebesar 20 persen. Mengenai kepemilikan asing, kita masih melakukan revisi, karena itu harus ada peran antarkementerian, tidak bisa kami sendiri,” tambah Menkeu.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka