Jakarta, Aktual.co —  PT Pertamina (Persero) selama periode Januari-Februari 2015 mencatatkan kerugian bersih sebesar USD212,3 Juta atau sekitar Rp2,7 triliun (kurs Rp13.000). Penyebab utamanya dikarenakan meruginya bisnis hilir yang mencapai USD368 juta. Kerugian tidak bisa dihindari meskipun dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) periode Januari-Februari 2015 laba ditargetkan sebesar USD280 juta. Sedangkan RKAP laba bersih dalam selama tahun 2015 diproyeksikan sebesar USD1,731 miliar.
Pada pos EBITDA di Januari-Februari 2015 dibukukan sekitar USD402 juta dolar AS, sedangkan dalam satu tahun (2015) diproyeksikan mencapai sebesar USD5,760 miliar turun tipis dari realisasi tahun 2014 yang sebesar USD5,843 miliar.
Menanggapi hal itu, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi, menegaskan pihaknya akan menelusuri, apakah ada kaitan dengan korupsi dalam kerugian yang dialami perusahaan plat merah tersebut.
“Iya bisa KPK telusuri. Kerugian karena apa? (korupsi),” ujar dia, ketika berbincang dengan Aktual.co, Selasa (14/4).
Lebih jauh disampaikan Johan, untuk melakukan hal itu lembaga antirasuah harus lebih dulu melakukan analisa. Karena menurutnya, kerugian yang dialami sebuah perusahaan bisa diakibatkan banyak faktor, salah satunya korupsi.
“Kan bisa macam-macam penyebab rugi sebuah perusahaan,” tandasnya.
Untuk diketahui, KPK pun kini tengah melakukan kajian dibidang Minyak dan Gas (Migas).
Sebelumnya,  Analis Ekonomi AEPI (Asosiasi Ekonomi-Politik Indonesia), Kusfiardi menilai, kondisi yang dialami Pertamina berbanding terbalik dengan amanat Undang-Undang (UU) Perseroan yang menyebutkan bahwa Badan Usaha Plat Merah harus bisa meraup keuntungan.
Oleh karenanya, ia mengusulkan agar adanya audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk menelusuri apaka ada unsur korupsi dalam kerugian tersebut.
“Harus ada audit BPK untuk menelisik lebih jauh apakah dalam kerugian Pertamina ada tindakan memperkaya diri sendiri dan orang lain,” kata Kusfiardi, beberapa waktu yang lalu.
Menurutnya, jika ditemukan unsur tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain, maka sudah seharusnya diproses melalui hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjeratnya dengan dasar memperkaya diri sendiri atau orang lain yang berakibat pada kerugian perusahaan negara.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby