Jakarta, Aktual.com — Ekonom PT Danareksa, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, guna mengoptimalkan nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia (BI) harus bisa selalu memberikan sinyal yang kuat dengan memaksimalkan segala instrumen yang ada.

“BI harus lebih aktif di pasar obligasi pemerintah. Asing pegang hampir 40 persen obligasi pemerintah kita. Kalau mereka (investor asing) takut maka dampaknya akan signifikan sekali,” kata Purbaya di Jakarta, Minggu (20/9).

Ia berharap, BI dapat selalu hadir di pasar obligasi tanpa menunggu harga terlampau murah.

“Kalau ada yang keluar di bond pasar obligasi BI harus jangan takut untuk beli. Tapi belinya jangan tunggu sampai harganya murah. Dijaga harganya supaya asing-asing lain tidak takut dan ikut menjual. Karena kalau ikut menjual mereka akan tukar rupiahnya ke dolar kan?,” ujap dia.

Menurutnya, jika hal itu terjadi maka akan semakin menekan rupiah. Dirinya juga memperkirakan ongkos BI untuk menjaga harga Bond tersebut akan lebih kecil ketimbang melakukan intervensi di pasar valas.

“Itu bukannya rugi malah untung. Karena dia beli pakai rupiah dapat bunga mungkin 9 persen, dia takut kelebihan Rupiah maka diserap pakai SBI 7,5 persen. Masih ada positif spread, seharusnya tidak ada cost bagi Bank Sentral untuk melakukakan itu. Disisi lain dia bisa menghemat cadangan devisanya, yang dipakai untuk intervensi di pasar valas,” terangnya.

Dikatakannya, BI harus memaksimalkan semua lini tidak hanya pasar valas saja. Dirinya pun melihat langkah dari Bank Sentral untuk menopang ekonomi masih memberlakukan kebijakan ‘tight money policy’.

“Sama dengan memperlambat perekonomian labih jauh. Dalam keadaan seperti ini ya itu jelek, karena ketika perekonomian kita melambat lebih jauh investor akan cenderung meninggalkan kita, mereka akan berinvestasi di negara yang pertumbuhannya lebih cepat,” tutup Purbaya

Artikel ini ditulis oleh: