Jakarta, Aktual.com — Kantor Bank Indonesia Kediri, Jawa Timur mengindikasikan remitansi atau kiriman uang dari tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri banyak digunakan untuk hal konsumtif, yang bahkan bisa berimbas pada terganggunya inflasi di daerah setempat.

“Potensi remitansi TKI besar sekali, jika digunakan atau dimanfaatkan dengan baik, yang dikhawatirkan remitansi digunakan untuk konsumtif,” kata Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri Yudo Herlambang di Kediri, Minggu (20/9).

Ia mengatakan, hasil dari evaluasi penerimaan remitansi yang masuk ke BI sangat besar. Dari daerah yang berada di wilayah BI Kediri yang terdiri dari keresidenan Kediri dan Madiun selalu mencapai angka sampai miliaran rupiah.

Ia mengaku prihatin jika uang remitansi itu digunakan keluarga untuk keperluan yang hanya sesaat. Padahal, jika dikelola uang itu bisa digunakan untuk hal lain yang lebih baik, misalnya, sebagai modal usaha.

Menurut dia, terdapat hubungan yang cukup erat antara pola pemanfaatan remitansi dengan inflasi. Jika dibelanjakan secara berlebihan, harga akan sulit untuk terkendali.

Ia mencontohkan, adanya konsumtif yang berlebihan itu digunakan untuk membeli barang yang bukan kebutuhan utama, misalnya, membeli sepeda motor ataupun tanah.

“Di daerah Ponorogo, Tulungagung, harga tanah naik drastis, dan ini kasihan bagi pegawai yang berpenghasilan tetap, mereka kalah,” ujarnya.

Ia mendesak kepada pemerintah daerah untuk memberikan perhatian kepada keluarga TKI ataupun mantan TKI, dengan memberikan berbagai pelatihan untuk pengelolaan uang mereka.

“Pemda harus memberikan perhatian pada keluarga TKI yang menerima remitansi, sehingga perlu diberikan bantuan teknis pelatihan pengelolaan keuangan, jadinya uang remitansi bukan hanya untuk konsumtif,” tutur Yudo.

Sementara itu, Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Blitar Yudi Priono mengatakan jika mayoritas keluarga TKI memanfaatkan uang remitansi untuk kebutuhan konsumtif.

“Hasil penelitian internal ataupun dari universitas mayoritas untuk konsumtif, ada sekitar 60 persen,” ujarnya.

Ia mengatakan, jumlah TKI dari Kabupaten Blitar yang terdata ke Disnakertrans Kabupaten Blitar sekitar 4.000 orang setiap tahun. Mereka mengadu nasib menjadi TKI dengan beragam negara tujuan, seperti Eropa, Timur Tengah, Malaysia, dan sejumlah negara lain.

Ia juga mengakui pemerintah daerah mendapatkan banyak pemasukan dari TKI, namun pemda pun juga memberikan perhatian pada mereka, terutama para purna-TKI. Perhatian itu di antaranya dengan memberikan pelatihan kewirusahaan.

Yudi mengatakan, pemerintah daerah pada tahun ini mendapatkan program untuk pelatihan kewirausahana bagi purna TKI dari pemerintah pusat. Kegiatan itu direncanakan akan berlangsung akhir September 2015.

“Nanti melibatkan purna TKI, mereka diberi pelatihan wirausaha,” ujar Yudi.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan