Jakarta, Aktual.com — Menteri Pertahanan Ryamirzad Ryacudu mengatakan bahwa dalam pembahasan anggaran telah terjadi pemotongan sebesar Rp7 triliun, dibandingkan pagu anggaran Kementerian Pertahanan sebelumnya.
Dengan adanya pemotongan pagu anggaran maka ada kemungkinan pula akan terjadi penundaan pembelian pesawat dengan menentukan skala perioritas, yakni mengalokasikan anggaran pertahanan untuk perbaikan infrastruktur diperbatasan. Seperti, di Pulau Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.
“Pembelian pesawat belum perioritas, bukan tidak jadi tapi ditunda. Terpenting sekarang menghadapi situasi yang memanas di Laut Cina Selatan,” kata Ryamirzad usai rapat kerja dengan Komisi I, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (21/9).
Mantan KSAD ini menilai, negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China saat ini tengah memperebutkan potensi yang terkandung di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan perbaikan sarana dan prasana di Pulau Natuna yang dianggap sebagai keperluan mendesak.
“Bagi kami nggak ada masalah dengan AS dan China. Kita alutsista kan ada, kapal dan pesawat ada. Landasan yang penting (di Natuna),” bebernya.
Saat ini landasan di Natuna hanya bisa digunakan untuk pesawat angkut. Sementara pesawat tempur dipastikan tidak bisa mendarat dan berangkat di wilayah tersebut.
Tidak hanya itu, kondisi pelabuhan untuk sandar kapal perang berukuran 100 meter juga memprihatinkan. Contohnya, saat ini hanya terbuat dari kayu lapuk dan sangat riskan jika digunakan untuk memarkir kapal.
“Pesawat tempur itu kan ngisep, kalau krikil ke isep (pesawat) kan pecah mesinnya. Lalu nanti prajurit di pulau Natuna bisa (difasilitasi) pakai drone yang bagus, jadi jarak 50-60 km bisa dilihat,” sebutnya.
Ia berharap, dengan perbaikan infrastruktur di Natuna, prajurit TNI bisa menyiagakan peralatan tempur di sana.
“Pesawat kan sudah ada, kapal juga kalau diam di Jakarta buat apa, lebih baik taruh disana.”
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang