Juba, Aktual.com – Kondisi Sudan Selatan yang dilanda perang, telah memburuk dengan ribuan orang melarikan diri akibat pertempuran sejak kesepakatan gencatan senjata dimulai tiga minggu lalu, demikian peringatan PBB.
Dalam keadaan medan pertempuran di Negara Bagian Unity, utara negara itu, ribuan warga sipil melakukan perjalanan melalui rawa-rawa Sudd yang luas untuk mencapai Desa Nyal, jauh dari lokasi pertempuran.
“Sekitar 10 perahu, masing-masing membawa 60 sampai 70 orang, telah tiba di Nyal setiap hari sejak pertengahan Agustus,” kata Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dalam laporan terbarunya, dilansir dari AFP, Senin (21/9).
Setidaknya 18 ribu orang telah tiba di Nyal dalam dua minggu terakhir, sehingga total ada lebih dari 78 ribu warga sipil di sana, laporan tersebut menambahkan.
Di ibu kota Juba, PBB memperingatkan “memburuknya situasi keamanan”, di mana seorang pekerja bantuan dibunuh dalam “serangan brutal” pada 10 September lalu dengan total korban yang tewas sebanyak 34 orang sejak dimulainya perang.
Sekitar 1,64 juta orang telah melarikan diri dari pertempuran di dalam negeri, 628 ribu lainnya telah melarikan diri sebagai pengungsi ke negara-negara tetangga, sementara lebih dari 4,6 juta orang saat ini bergantung kepada bantuan pangan.
Tentara dan para pemberontak telah berulang kali terlibat serangan dengan menyalahkan dan menuduh satu sama lain melanggar sebuah kesepakatan gencatan senjata pada 29 Agustus lalu yang merupakan perjanjian kedelapan di mana telah ditandatangani sejak perang saudara pecah pada Desember 2013.
Meskipun terlibat pertempuran, kedua pihak mengatakan kesepakatan politik tetap berlangsung Lebih 192 ribu warga sipil yang ketakutan berlindung di dalam kamp-kamp milik PBB.
Di kamp terbesar PBB di Bentiu, Negara Bagian Unity, merupakan rumah untuk 112 ribu warga sipil dan sekitar 34 anak meninggal hanya dalam satu minggu saja, banyak dari mereka yang terjangkit malaria, laporan PBB menambahkan.
“Malnutrisi tetap menjadi perhatian utama di seluruh Sudah Selatan,” tambah laporan PBB.
Bangsa termuda di dunia, Sudan Selatan jatuh ke dalam pertumpahan darah pada Desember 2013 lalu saat Presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya Riek Machar merencanakan kudeta.
Kekerasan telah menyebabkan puluhan ribu orang tewas dan negara miskin tersebut telah terbelah sepanjang garis etnis.
Artikel ini ditulis oleh: