Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). PT Freeport Indonesia kini mendapat izin ekspor untuk Juli 2015 - Januari 2016 dengan kuota ekspor mencapai 775.000 ton konsentrat tembaga. Selain itu Freeport mendapat pengurangan bea keluar menjadi lima persen lantaran kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur, yang sudah mencapai 11 persen. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah melalui Tim Pengelolaan Sumber Daya Alam Papua menyatakan masih mengkaji skema pelepasan saham 10,64 persen PT Freeport Indonesia, namun opsi yang muncul adalah kombinasi pengambilan saham oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan juga swasta nasional.

“Kita masih mengkaji dulu. Karena butuh dana besar, mungkin ada kombinasi, yg penting kita ingin naikkan kepemilikan dalam negeri,” kata Sekretaris Tim Pengelolaan SDA Papua yang juga Deputi Polhukam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Rizky Ferianto saat dihubungi di Jakarta, Rabu (23/9).

Rekomendasi mengenai divestasi Freeport akan menjadi bagian laporan Tim SDA Papua yang akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Namun detail rekomendasi itu, kata dia, masih dibahas oleh tim.

Ketika disinggung, apakah pemerintah pusat tetap akan menjadi pembeli terbesar untuk saham yang didivestasikan, Rizky mengatakan, hal tersebut juga masih didiskusikan oleh tim. Namun, Rizky mengakui, anggaran yang dibutuhkan sangat besar untuk membeli saham yang didivestasikan Freeport itu.

“Maka dari itu, bisa saja kombinasi,” ujarnya.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77/2014 terkait perubahan ketiga Peraturan Pemerintah 23/2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, anak perusahaan Freeport McMoran Cooper and Gold Inc ini harus melepas sahamnya hingga 20 persen ke peserta Indonesia. Saat ini porsi kepemilikan saham Freeport oleh peserta Indonesia, adalah saham pemerintah pusat 9,36 persen.

Dengan mengacu pada PP tersebut, pada Oktober 2015 nanti, Freeport McMoran sudah harus melepaskan sisa 10,64 persen sahamnya ke peserta Indonesia.

Peserta Indonesia dalam hal ini adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, BUMN, BUMD, dan swasta nasional.

Divestasi saham peserta Indonesia menjadi 20 persen itu termasuk dalam enam poin kesepakatan renegoisasi kontrak karya antara Freeport dengan pemeirntah. Lima poin lainnya dalam kesepakatan itu adalah penyempitan 40 persen luas wilayah untuk penunjang kegiatan pendukung menampung sisa operasi.

Kedua, kesepakatan kewajiban keuangan PPH badan lebih tinggi 10 persen menjadi sebesar 35 persen. Ketiga, Freport bersedia meningkatkan royalti sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2012.

Keempat, Freeport bekerjasama dengan Kementerian Prindustrian untuk membentuk satuan tugas dalam meningkatkan kandungan lokal pertambangan di Papua. Kelima atau terakhir, Freeport melakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka