Jakarta, Aktual.com — Jumlah pekerja konstruksi di Indonesia yang bersertifikat ASEAN diketahui hanya sekitar 6,5 persen sehingga hal itu perlu ditingkatkan guna mempersiapkan sumber daya manusia nasional dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015.
“Saat ini, pekerja konstruksi yang bersertifikat baru mencapai 6,5 persen yang terdiri dari 124.864 orang ahli dan 353.425 orang terampil,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam rilis Komunikasi Publik Kementerian PUPR di Jakarta, Minggu (27/9).
Menteri PUPR mengingatkan bahwa salah satu upaya peningkatan SDM jasa konstruksi adalah dengan melakukan sertifikasi dan sosialisasi terkait pentingnya tenaga kerja konstruksi bersertifikat.
Sertifikasi tenaga kerja konstruksi, jelas dia, bertujuan untuk melindungi tenaga kerja nasional agar memiliki nilai tambah dan siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan ASEAN 2015 dan Asia Pasifik 2020, serta melindungi badan usaha jasa konstruksi (BUJK) nasional agar memiliki tenaga kerja yang kompeten dan produktif.
“Dalam skala ASEAN, tenaga kerja konstruksi didorong untuk memiliki sertifikat ASEAN”, kata Basuki.
Ia juga mengemukakan, tenaga kerja konstruksi didorong untuk memiliki sertifikat ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) bagi konsultan dan ASEAN Architect (AA) bagi arsitek.
Kedua hal tersebut, lanjutnya, merupakan tiket masuk agar setiap tenaga ahli konstruksi bisa bekerja di seluruh negara ASEAN.
“Pemberdayaan tenaga kerja konstruksi mendukung program Nawacita Keenam Kabinet Kerja, yakni peningkatan produktivitas dan daya saing,” ucap Basuki.
Menteri Basuki juga menegaskan bahwa kementerian yang dipimpinnya bakal semaksimal mungkin meningkatkan kehandalan infrastruktur dalam negeri.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka