Sejumlah lembaga survei menyatakan politik uang berpotensi besar terjadi pada akhir kampanye atau di saat masa tenang yakni tiga hari sebelum pencoblosan dilakukan.

“Kecurangan pemilu tidak hanya terjadi saat pemilihan dan penghitungan suara saja. Kecurangan juga berpotensi terjadi saat masa tenang kampanye yang akan berlangsung selama tiga hari pada awal Desember mendatang,” kata Direktur Eksekutif Indeks Politica Indonesia (IPI), Suwadi Idris Amir, di Makassar, Minggu (27/9).

Dia mengatakan, kecurangan pada masa tenang antara lain adanya kampanye hitam dan politik uang yang akan dilakukan dan ini lebih terbuka serta intens.

Namun cara-cara tersebut pastinya hanya dilakukan oleh kandidat yang memiliki modal besar dan hasil surveinya tidak terlalu buruk atau memungkinkan untuk menang.

“Minggu tenang menjadi salah satu ruang penting untuk menggembosi suara lawan. Tidak mungkin juga itu dilakukan kandidat yang surveinya rendah. Konyol itu namanya. Makanya semua calon memerlukan konsultan politik, apakah perlu menyiram masyarakat atau tidak berdasarkan hasil survei,” jelasnya.

Untuk itu, Suwadi berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) serta seluruh tim sukses pasangan calon mengawasi praktik politik uang saat masa tenang kampanye nanti. Karena itu jelas merugikan.

Lebih jauh, Suwadi menambahkan, selain politik uang, teror berupa tekanan psikis terhadap masyarakat agar memilih kandidat tertentu juga berpotensi terjadi pada masa tenang.

“Termasuk pemanfaatan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sangat rawan terjadi saat masa tenang. Misalnya kartu pemilih milik wajib pilih yang perantau. Tiba-tiba kembali ke kampung halamannya hanya untuk kandidat tertentu,” ujarnya.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby