Malang, Aktual.com — Puluhan pelaku usaha pertambangan yang mengeksplorasi aneka tambang mineral, batuan serta pasir di wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, diduga tidak melakukan kewajiban reklamasi pascapertambangan sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Sinyalemen itu disampaikan aktivis Aliansi Santri Peduli Lingkungan Tulungagung (ASA-PELITA), Widi Harianto, usai mengikuti malam renungan untuk petani aktivis penolak tambang Salim Kancil di Tulungagung, Sabtu (4/10).
“Jadi memang ada beberapa titik-titik yang sudah kami lihat, bahwa setelah dieksplorasi dan diekploitasi tapi tidak ada penanganan lanjutan,” ungkap Widi.
Akibatnya, lanjut dia, tanah bekas pertambangan terbengkalai tanpa bisa dimanfaatkan untuk kegiatan cocok tanam.
Widi menuding kerusakan lingkungan terjadi masif, mulai dari lereng Gunung Wilis di sisi utara Tulungagung serta jajaran pegunungan di pesisir selatan Tulungagung.
“Ini kalau perusahaan-perusahaan memiliki komitmen menjaga lingkungan, tentu reklamasi yang menjadi standar operasional prosedur (SOP) pertambangan akan dilakukan. Nyatanya hal itu tidak dilakukan, dan itu ada di beberapa titik,” ujarnya.
Bersama koalisi peduli lingkungan yang lain, lanjut Widi, dirinya bersama relawan santri serta GP Ansor Tulungagung berencana melakukan gerakan pemetaan wilayah pertambangan di Tulungagung.
Pembuatan detil pertambangan bahkan akan dibuat secara menyeluruh, baik untuk kategori tambang mineral, logam, batuan, maupun pasir besi di pesisir selatan.
“Setelah itu kita tinggal menguatkan data untuk mengetahui siapa yang melakukan kegiatan penambangan lalu pergi tanpa melakukan kewajiban reklamasi,” kata Widi.
Mendukung pernyataan Widi yang berlatar belakang aktivis peduli TKI dalam lembaga Migrant Care, Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, Muhamad Ichwan menegaskan gerakan pengawasan kegiatan pertambangan yang mereka lakukan saat ini telah terkonsolidasi dengan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Ia memastikan segala praktik mafia pertambangan beraroma korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tidak mengindahkan kewajiban reklamasi, laporan produksi yang tidak sesuai, serta masalah legalitas perizinan akan menjadi sasaran pengawasan mereka.
“Kami akan mengawal peran birokrasi dalam mengeluarkan izin pertambangan hingga fungsi kontrol mereka dalam menekan pelaku tambang melakukan segala kewajibannya,” tegas Ichwan.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby