Jakarta, Aktual.com — Tersangka dugaan korupsi sistem pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway, Denny Indrayana mengaku kedatangannya ke Bareskrim Polri untuk mengajukan lima saksi ahli meringankan. Menurutnya, Payment Gateway merupakan inovasi bukan korupsi.
“Tadi saya meminta tambahan keterangan ahli, saya sudah mengajukan 5 ahli untuk membantu menjelaskan bahwa kasus pembayaran paspor elektronik itu inovasi bukan korupsi,” kata Denny di Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/10).
Adapun saksi ahli yang diajukan antara lain, pertama guru besar hukum Tata Negara FH Andalas, Saldi Isra. Kedua, staf pengajar FH UGM, ketua Pukat Zainal Arifin Mochtar, ketiga ahli hukum administrasi negara Univ Padjajaran, Asep Warlan Yusuf. Keempat, dosen Fak Ekonomi dan Bisnis Univ UGM, Himawan Praditya. Terakhir, ahli hukum Administrasi Negara, Zuldan Arif.
Lima orang ini, sambung Denny, merupakan ahli Tata Negara, ahli Administrasi Negara, Ahli Ekonomi dan, juga pegiat antikorupsi yang sudah dimintakan persetujuan untuk bersedia memberikan keterangan.
“Surat sudah kami serahkan sebelumnya. Dan tadi kami minta informasi bagaimana. Surat dari sekira Agustus lalu kalau tidak salah diserahkan (lima saksi ahli),” tandasnya.
Seperti diketahui Denny tersangkut korupsi sistem Payment Gateway hingga ditetapkan menjadi tersangka. Hingga kini berkas perkara Denny masih belum dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan. Penyidik pun terus melengkapi kekurangan itu.
Sistem ini dipermasalahkan karena memungut biaya tambahan sebesar Rp5.000 dari setiap penggunanya. Denny berulang kali mengatakan, wajib bayar tidak harus menggunakan sistem itu jika tidak ingin membayar lebih.
Selain itu, polisi juga mempermasalahkan pembukaan rekening swasta penampung dana atas nama perusahaan rekanan. Seharusnya, dana yang diterima langsung masuk ke kas negara dan tidak ditampung di rekening pihak ketiga.
Denny Indrayana pun diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby