Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan, target mega proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW), bukanlah perkara yang mudah. Pasalnya, berkaca dari proyek 10 MW tahap pertama yang cukup tertahan sejak 2007, hingga tahun ini saja masih belum lengkap.
“Sekarang pun belum sepenuhnya kita berusaha 10 ribu MW tahap pertama. Ada satu keraguan. Dari sisi pembebasan lahan misalnya, bagaimana jika itu dibebaskan oleh swasta. Maka muncul keraguan dari pihak pengusaha, pemerintah harus mengevaluasi agar program ini bisa berjalan sesuai dengan harapan,” kata Satya saat ditemui di Jakarta, Senin (5/10).
Terlebih, kata dia, pembebasan lahan tiap tahun pun mengalami permasalahan. Untuk itu, pemerintah harus realistis dalam mencanangkan target proyek ini.
“Pemerintah tidak yakin melakukan investasi. Saat ini kami melihat program pemerintah harus dilakukan, kita tahu bahwa ekonomi sedang tidak baik, tentunya sulit untuk mencapainya,” ucapnya.
Menurutnya, program 35.000 MW akan terbilang rasional andai saja pertumbuhan ekonomi tidak terkoreksi.
Lebih lanjut, menyoal mekanisme ‘take or pay’ yang diterapkan dalam perjanjian (Power Purchase Agreemet/PPA), Satya meminta Pemerintah untuk bisa memberi kepastian bahwa pada 2019 nanti tidak ada kelebihan listrik yang tentu akan merugikan PLN sendiri.
“Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi (PE) 5,7%. Beberapa faktor itu pasti akan ada satu pemikiran kalaupun dijalankan, risiko-risiko harus diperhitungkan. Misalnya, kalau terbangun 35 Ribu MW akan pakai mekanisme pembeliannya harus take or pay. Kalau take or pay, otomatis berapa pun yang diproduksi harus dibeli PLN. Makanya pemerintah harus memastikan 2019, itu harus terserap penuh sehingga tidak ada idle capacity yang harus dibayar PLN. Itu harus disampaikan pemerintah,” ungkapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan