Jakarta, Aktual.co — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa sektor korporasi di negara berkembang harus mendapat dukungan tambahan pembiayaan jangka panjang dari sektor pasar modal selain dari perbankan.
“Kita membutuhkan Pasar Modal yang lebih berkembang untuk menyediakan alternatif sumber pembiayaan jangka panjang yang kurang dapat disediakan oleh industri Perbankan, namun pembiayaan dari perbankan tetap akan dibutuhkan bagi sektor korporasi yang tidak terlayani oleh Pasar Modal,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad yang berbicara dalam pertemuan Perwakilan dari G20 dan negara-negara anggota “Organization for Economic Cooperation and Development” (OECD) “Corporate Governance Forum” di Istambul, Turki, melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (12/4).
Pada forum itu, Muliaman D Hadad diminta menjadi salah satu pembicara dalam sesi “Corporations and Capital Markets in Emerging Economies”, mengenai persoalan bahwa akses terhadap pemodalan merupakan tantangan khusus di banyak negara berkembang dimana pesatnya sektor korporasi tidak selalu sejalan dengan pasar modal.
Menurut Muliaman D Hadad, “mismatch” itu akan menghalangi terciptanya pertumbuhan sektor korporasi yang stabil dan memaksa perusahaan swasta untuk terlalu mengandalkan pinjaman jangka pendek dari Perbankan.
Dalam dua dekade terakhir, Muliaman D Hadad mengemukakan bahwa “emerging market” telah menunjukkan perkembangan yang signifikan menuju intermediasi keuangan yang lebih berbasis pasar (market based financial intermediation).
Hal ini sejalan dengan upaya beberapa jurisdiksi dalam membangun pasar ekuitas dan obligasi domestik yang lebih dalam dan “risilient”.
“Bank versus ‘Market Based Financing’ adalah perdebatan lama. Setiap pasar akan memiliki ketergantungan dan evolusinya sendiri-sendiri. Pada akhirnya pilihan perusahaan akan tergantung pada biaya mengakses pasar untuk mengumpulkan dana dan juga fleksibilitas serta kecepatan untuk mendapatkan dana,” katanya.
Sampai saat ini, kata Muliaman D Hadad, peran perbankan dalam menyediakan sumber pembiayaan bagi korporasi masih lebih dominan dibandingkan pasar modal apalagi pembiayaan di sektor korporasi menengah.
“Hal itu terjadi antara lain karena perbankan telah memiliki jaringan yang luas dan tersebar di berbagai daerah sehingga lebih dekat dengan mereka,” katanya.
Faktor lainnya, lanjut dia, adalah tingkat literasi keuangan terkait industri pasar modal yang jauh lebih rendah dibandingkan perbankan yang membuat mereka enggan untuk berinteraksi dengan Pasar Modal.
Menurut Muliaman, para regulator harus waspada pada risiko signifikan yang ditimbulkan oleh kedua pasar ini dengan menjaga adanya kompetisi yang sehat di antara dua pasar tersebut. Sebagai intermediari yang “well capitalized” dan kuat merupakan kunci untuk mewujudkan pasar modal yang dalam dan likuid.
“Dan ini sejalan dengan filosofi pembangunan kami. Kami menginginkan kegiatan lintas industri yang lebih besar yang pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan, mengurangi hambatan terhadap akses,” katanya.
Dalam kesempatan “G20/OECD Corporate Governance Forum” itu, Muliaman D Hadad juga mengadakan pertemuan dengan Chairman Capital Market Board (CMB) of Turkey, Vahdettin Ertas.
Dalam pertemuan itu dicapai suatu kesepakatan untuk dilakukan kerja sama yang lebih luas untuk mempercepat perkembangan pasar modal di kedua negara. Diharapkan pada bulan Agustus 2015 ini Nota Kesepahaman antara OJK dengan CMB of Turkey dapat ditandatangani.
Forum ini diselenggarakan oleh The Capital Markets Board of Turkey berkerja sama dengan the Corporate Governance Association of Turkey dan Bo’azii University’s Center for Corporate Governance. Forum itu dibuka oleh Secretary General OECD Angel Gurria dan Deputy Prime Minister Republic of Turkey Ali Babacan.
Pembicara lain dalam forum itu antara lain Ketua Dewan Pasar Modal Turki Vahdettin Ertas, Executive Chairman of Securities and Exchange Commission of Brazil Leonardo P. Gomes Pereira, Chairman of OECD Corporate Governance Committee Marcello Bianchi, dan Deputy Commissioner for International Affairs Financial Security Agency (FSA) Kenji Okamura.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid

















