Jakarta, Aktual.com — Pakar hukum pidana Profesor Romli Atmasasmita mengaku tidak pernah diajak berdiskusi dengan enam fraksi yang mengusulkan revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“UU KPK kan saya yang buat. Saya amati, saya lihat dan kritisi. Tapi perubahan-perubahan dibuat saya enggak pernah diajak bicara. Kalau 12 tahun enggak ngerti saya, berarti 2027 (selesai). Pertanyaannya korupsi sudah selesai belum,” di Semarang, ditulis Jum’at (9/10).
Sebagai orang yang merancang UU KPK, dirinya menilai tidak bisa menerima secara logis mengenai pembatasan umur KPK 12 tahun saja.
“Itu yang perlu kita tanya. Kenapa bisa 12 tahun, dan kenapa tidak 15 tahun atau bahkan 10 tahun. Ini yang belum jelas,” kata dia
Pihaknya meminta enam fraksi DPR RI yang merivisi UU KPK soal pembatasan usia KPK supaya dijelaskan ke publik. Dirinya mengakau menyayangkan point-point revisi yang tidak logis, tanpa melalui diskusi panjang dengan sejumlah pihak.
Menurutnya, terkesan revisi UU KPK memberikan wewenang porsi lebih kepada dua lembaga negara lain, yakni Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
“Karena kalau dilihat dari awal kebutuhan, UU KPK kan ad hock. Sebagai ad hock supaya mendorong polisi kejaksaan lebih bagus. Pertanyaannya, 12 tahun itu bisa menggambarkan polisi dan kejaksaan sudah baik atau belum?, ” beber dia.
Pria yang selalu aktif mengkritisi kinerja KPK itu pun tak menampik jika dirinya sepakat adanya revisi terkait UU KPK yang sudah ada saat ini. Akan tetapi revisi itu berpegang pada upaya pebaikan dan memperkuat bukan melemahkan.
“Memang perlu disempurnakan UU KPK. Direvisi, tapi bukan untuk memperlemah, namun memperkuat. Itu prinsipnya,” imbuh dia.
Selain itu, poin lain penyadapan yang dilakukan KPK harus izin Ketua Pengadilan, menurut Romli juga janggal. Sebab, jika pasal dalam UU itu disetujui akan semakin membuka masalah baru. “Jika terjadi korupsi di pengadilan lalu gimana itu ?”, tandasnya.
Menurutnya, di dalam pasal penyadapan oleh KPK hanya tinggal disempurnakan. Seperti adanya Dewan Pengawas yang akan mengontrol terhadap proses penyadapan, sehingga ada SOP penyadapan, kapan dan siapa yang harus disadap.
“Nah, kriteria itu tidak ada sekarang. Artinya celah-celah itu yang kita perkuat, jangan yang multi tafsir. Misalnya penyidik, siapa penyidik KPK? Ada yang bilang independen. Itu riwayatnya polisi. Selain itu, Jaksa Penuntut harus Jaksa kan multi tafsir. perbaiki lagi undang-undang itu, pertegas. Biar KPK bisa ngangkat penyidik sendiri, ” tutup dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby