Jakarta, Aktual.co — Pemerintah Indonesia akan menyewakan kembali (lease back) pembangkit listrik hasil proyek “Fast Track Program” (FTP) tahap pertama, yang dicanangkan 10.000 megawatt, kepada investor Tiongkok.

“Skema “lease back” diplih agar tingkat efisiensi proyek pembangkit listrik tersebut dapat meningkat pesat namun infrastruktur tersebut tetap dimiliki Indonesia,” kata Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Deddy Priatna di Jakarta, Sabtu (11/4).

Deddy mengatakan FTP I yang dimulai sejak 2016 dan dikerjakan kontraktor Tiongkok, realisasinya sudah sekitar 90 persen. Namun, ternyata, faktor kapasitas (capacity factor) dari proyek tersebut sangat tidak maksimal, hanya 35-50 persen. Karena rendahnya faktor kapasitas itu, produksi listrik yang didistribusikan tidak maksimal.

“Analoginya, jika listrik yang harusnya dihasilkan untuk 100 orang, tapi ini hanya untuk 35 orang,” kata dia.

Deddy menuturkan, awalnya terdapat dua opsi yaitu “lease back” atau “buy back”. Skema “buy back” adalah Indonesia meminta Tiongkok membeli kembali proyek FTP I tersebut. Namun, skema “lease back” akhirnya dipilih, untuk mempertahankan agar proyek ini tetap dimiliki Indonesia.

“Jadi ini hanya disewakan saja,” ujarnya.

Deddy menjelaskan langkah-langkah “lease back” itu antara lain PLN akan menyewakan kembali proyek FTP ini kepada Tiongkok dengan harga yang sama saat PLN membeli proyek ini. Saat PLN membeli proyek ini dari Tiongkok, harganya sekitar 700 ribu dolar AS per mega watt.

“Ketika PLN dulu beli 700 ribu, kan ada 10 ribu. Tinggal dikalikan berarti kan jadi USD7 miliar. PLN akan menyewakannya seharga itu juga,” kata dia.

Setelah itu, pemerintah akan membeli listrik dari investor tersebut dengan harga yang sudah disepakati dalam perjanjian “lease back” ini. Perhitungannya, investor Tiongkok tentu akan mengkaji kembali untuk mengeluarkan investasi tambahan agar proyek FTP ini dapat ditingkatkan faktor kapasitasnya.

“Tidak mungkin mereka biarkan ‘capacity factor’ hanya 55 persen. Mereka nanti rugi, mereka pasti akan tingkatkan itu,” kata dia.

Biaya investasi tambahan Tiongkok untuk meningkatkan faktor kapasitas tersebut tentu akan menjadi kajian dalam menentukan harga listrik yang nanti akan dibeli PLN.

“Nanti Tiongkok akan kembangkan proyek ini, dengan ‘cost’ tambahan berapa, biaya listrik per kwh yang akan dibeli PLN berapa, dan konsensinya berapa lama. Negosiasinya disitu,” ujarnya.

Deddy mengatakan proses negosiasi ini ditargetkan rampung pada Desember 2015. Tiongkok, sudah menyetujui skema “lease back” ini. Pemerintah, setelah hasil kunjungan Presiden Joko Widodo ke Tiongkok,pada 25-28 Maret 2015, menginginkan agar “lease back” ini dapat dipercepat.

Setidaknya dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke Tiongkok, sembilan kesepakatan telah ditandatangani oleh Pemerintah. Sedangkan, dalam forum Bisnis Indonesia – Tiongkok, telah ditandatangani 30 kesepakatan dengan swasta senilai USD56 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka