Jakarta, Aktual.com — Kebanyakan masyarakat mengenal Tarakan, Kalimantan Utara, hanya sebagai kota penghasil minyak. Tak banyak yang mengetahui bahwa di kota itu sebenarnya terdapat Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) yang layak dikunjungi saat berkunjung ke provinsi paling utara di Pulau Kalimantan.

Untuk mengunjungi KKMB yang berada di Jalan Gajah Mada pun tak sulit, mengingat lokasinya masih berada di Kota Tarakan, yang tak jauh dari pantai.

Akses letaknya yang berada di jantung kota membuat kawasan wisata ini mudah untuk ditemukan. Dari kompleks THM Simpang Tiga yang merupakan pusat keramain Kota Tarakan, pengunjung bisa menggunakan kendaraan umum seperti angkot, hanya memakan waktu sekitar lima menit. Jika Anda ingin santai bisa juga berjalan kaki.

Letaknya berbatasan langsung dengan kompleks Pasar Gusher yang merupakan sentra perekonomian masyarakat Tarakan dan dan kawasan industri pendinginan ikan serta Pelabuhan Tengkayu II.

Di situ masyarakat bisa melihat sendiri hutan mangrove (bakau) seluas 22 hektare. Di areal itu setidaknya terdapat 22 jenis pohon yang tumbuh subur dan alami yang sangat lebat sehingga cocok untuk wisata edukasi bersama keluarga dan teman.

Jenis pohon yang ada di situ menurut catatan pengelola KKMB antara lain bakau panggung, bakau merah, mutut besar, bius atau rancang, mentigi, prepat, paku laut, api-api, nipah, teruntung, amyema, kambingan, serta kijaran.

Hewan primadona yang ada di taman wisata itu adalah bekantan yang dapat dilihat langsung tingkah lucu satwa bernama ilmiah Nasalis larvatus yang sekaligus ikon pariwisata Kota Tarakan.

Monyet hidung panjang dengan rambut coklat kemerahan yang merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal Nasalis ini ternyata menyukai pucuk daun bakau (Rhizophora racemosa) yang tumbuh subur di KKMB. Selain itu, setiap pukul 08.00 WITA petugas juga memberikan makanan tambahan berupa pisang sanggar.

Saat menyantap makanan tambahan inilah bekantan memiliki tradisi unik, yaitu membiarkan anggota kelompok kecilnya makan terlebih dahulu. Sementara, ketua kelompoknya mengawasi keadaan sekitar guna memastikan tidak ada gangguan.

Ada dua kelompok bekantan di KKMB ini yang jumlah setiap kelompoknya antara 15 sampai 18 individu. Kelompok pertama dipimpin oleh Jhon yang memiliki tubuh paling besar di antara bekantan yang lain. Sedangkan kelompok kedua dikomandoi oleh Maikel.

Seorang pemandu wisata KKMB Syamsul, mengatakan bekantan yang hidup alami di sini ada juga sumbangan masyarakat yang secara tidak sengaja menangkapnya di permukiman. Pembangunan pesat di Kota Tarakan membuat habitat bekantan terganggu, sehingga tidak jarang warga menemukan bekantan berkeliran di perkampungan.

“Bekantan merupakan hewan pemalu, sehingga saat di permukiman penduduk mudah ditangkap. Warga yang sadar akan keberlangsungan hidup satwa dilindungi ini biasanya akan menyerahkan kepada kami. Sebelum dilepas bersama kawanan yang sudah hidup alami di KKMB, akan dikarantina dahulu agar menyesuaian dengan lingkungannya yang baru,” katanya.

Menurut Syamsul, larinya bekantan ke permukiman penduduk dikarenakan tempat hidupnya di mangrove mulai dibuka untuk tambak dan alih fungsi lainnya. Akibatnya, ketersediaan makanan yang minim membuat monyet belanda ini mendatangi permukiman penduduk.

Namun demikian, keberadaan bekantan yang lari ke permukiman penduduk tak membahayakan masyarakat sehingga penduduk yang tinggal di sekitar KKMB selama ini tak merasa ketakutan apalagi ingin membunuh hewan tersebut.

Di KKMB tidak hanya ada bekantan, tapi juga terdapat elang bondol yang selama ini dikenal sebagai ikon Kota Jakarta. Hanya saja, keberadaan elang bondol tersebut dilepas dalam kandang kawat, sehingga pengunjung bisa melihat dari dekat.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tuti Hendrawati Mintarsih mengatakan, keberadaan kawasan konservasi ini perlu dipelihara dengan baik karena bisa menjadi hutan kota yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

“Lokasinya yang strategis dan memiliki kekayaan flora dan fauna menjadikan kawasan ini layak untuk dijaga kelestariannya,” katanya.

Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan merupakan bentuk upaya pelestarian bekantan yang dilakukan Pemerintah Kota Tarakan. Awalnya luasannya hanya tiga hektare, kini bertambah menjadi 22 hektare dengan jumlah bekantan sekitar 30-an ekor. Pengelolaan KKMB ini berada di bawah koordinasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Tarakan.

Sebelumnya, bekantan ini sering meninggalkan KKMB. Namun saat kabur berhasil diselamatkan warga dan diserahkan kembali ke pengelola. Seiring waktu, bekantan mulai betah tinggal di lokasi itu.

Di Indonesia bekantan dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat 2 tersebut dapat dipidana dengan ancaman kurungan paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

Bekantan juga masuk dalam daftar CITES Apendix I atau tidak boleh diperdagangkan baik secara nasional maupun international. International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat, pada 1987 jumlah bekantan sekitar 260 ribu ekor yang tersebar di kantong-kantong habitatnya di Pulau Kalimantan.

Untuk masuk ke KKMB tak mahal, cukup membayar Rp3.000 per orang untuk dewasa, Rp2.000 per orang untuk anak-anak, dan Rp5.000 untuk wisatawan asing. Jam buka mulai dari pukul 08.00-17.00 WITA.

Artikel ini ditulis oleh: