Jakarta, Aktual.com — Kirab budaya menyambut Tahun Baru Islam, 1 Muharam 1437 Hijriah, berlangsung di Desa Giyono, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (14/10).

Ratusan warga Desa Giyono, Kecamatan Jumo, baik laki-laki maupun perempuan dengan mengenakan pakaian adat Jawa, mengikuti kirab dengan berjalan kaki dari Balai Desa Giyono menuju Sendang Ayu Bonggede di desa tersebut.

Pada kirab tersebut, kaum laki-laki mengenakan pakaian beskap lengkap dengan blangkon serta di bagian punggung terselip senjata keris, sedangkan kaum perempuan mengenakan pakaian kebaya dan bersanggul.

Mereka berjalan menyusuri jalan desa menuju Sendang Ayu dipimpin oleh Kepala Desa Giyono, Nurwanto. Di belakangnya warga membawa gunungan hasil bumi, tumpeng rombyong, wayang kulit, dan seekor ayam.

Setelah sampai di kompleks sendang, warga duduk di sebuah bangunan untuk mengikuti rangkaian upacara tradisi, yang diawali dengan sambutan-sambutan dari desa hingga kecamatan dilanjutkan pembacaan doa.

Usai pembacaan doa, dua tumpeng robyong dipotong oleh Kades Giyono kemudian diberikan kepada perangkat desa, dilanjutkan rebutan gunungan hasil bumi oleh masyarakat yang hadir.

Pada kesempatan tersebut juga dilepas seekor ayam warna putih ke tengah sendang, sebagai simbol menghilangkan unsur serakah pada diri manusia agar pada tahun mendatang selalu diberikan kebaikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Kades Giyono, Nurwanto mengatakan makna dari kegiatan ini adalah mewujudkan rasa syukur masyarakat Giyono yang tidak pernah kekurangan air dengan adanya Sendang Ayu Bonggede.

“Masyarakat Giyono bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa di Desa Giyono ada Sendang Ayu Bonggede sehingga bisa dimanfaatkan seluruh lapisan masyarakat Giyono, baik pada musim kemarau maupun hujan untuk memenuhi kebutuhan air.

Ia menuturkan kegiatan ini merupakan event tahunan yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharam atau 1 Suro menurut penanggalan Jawa.

Seorang sesepuh Desa Giyono, Sudarno (70) mengatakan berdasarkan cerita orang tuanya, tradisi tersebut pertama kali dilakukan pada 1945 di mana waktu itu terjadi kemarau panjang dan sejumlah desa mengalami kekeringan, namun di Desa Giyono tetap terpenuhi kebutuhan air karena ada Sendang Ayu Bonggede.

“Air di sendang ini tidak pernah kering, sekalipun musim kemarau. Sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME maka warga menggelar ‘Merdi Dusun Giyono’ yang diselenggarakan setahun sekali pada awal tahun Islam,” katanya.

Ia mengatakan pada malam pergantian tahun warga mandi di pancuran Sendang Ayu Bonggede. Selain kirab, juga digelar wayang kulit dengan lakon “Romo Tambak”.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby