Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio (kedua kiri) didampingi Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Hamdi Hassyarbaini, serta Direktur Pengembangan BEI, Hosea Nicky Hogan saat memberikan penjelasan pada jumpa pers di Galeri BEI, Jakarta, Kamis (27/8). Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan ada 14.000 transaksi kena batas bawah auto rejection. Enam Anggota Bursa (AB) dicurigai lakukan short selling. Tito mengaku tak habis pikir ada sejumlah perusahaan raksasa yang mengeruk begitu banyak sumber daya alam di Indonesia tapi mencatatkan sahamnya di luar negeri. AKTUAL/EKO S HILMAN

Jakarta, Aktual.com — Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menyampaikan usulan secara tertulis kendala privatisasi BUMN melalui pasar modal.

“Kami sudah mendapatkan usulan dari BEI terkait privatisasi BUMN, kami akan bicarakan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di dalam rapat kerja,” ujar Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Direksi BEI di Jakarta, Kamis (15/10).

Ia mengatakan bahwa privatisasi BUMN melalui pasar modal merupakan salah satu langkah untuk memperdalam pasar keuangan di dalam negeri yang akhirnya meningkatkan perekonomian nasional.

Anggota Komisi XI DPR, Andreas Eddy Susetyo menambahkan bahwa jika Undang-Undang menghambat upaya suatu lembaga untuk memperdalam pasar keuangan maka DPR akan berusaha melakukan amandemen peraturan itu.

“Pasar modal merupakan salah satu opsi mendapatkan dana jangka panjang, diharapkan pembiayaan dari pasar modal bisa lebih tinggi sehingga membantu pendanaan dari perbankan,” katanya.

Dalam RDP itu, Direktur Utama BEI Tito Sulistio menyampaikan bahwa UU Nomor 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara secara tidak langsung menghambat perusahaan pelat merah melakukan penerbitan saham. Dalam peraturan yang berlaku, setidaknya terdapat 25 tahap sebelum BUMN dapat melakukan permohonan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia.

“BEI berharap dari Komisi XI DPR dapat memangkas proses pelaksanaan penawaran umum perdana saham (IPO). Jika dimungkinkan, dibuat payung hukum untuk Privatisasi yang terpisah,” ujarnya.

Privatisasi merupakan penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka