Jakarta, Aktual.co — Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera memerintah Badan Pemeriksa keuangan (BPK) untuk melakukan audit secara menyeluruh terhadap PT Pertamina (Persero) terkait kerugian yang dialami perseroan sepanjang periode Januari-Februari 2015.
Seperti diberitakan sebelumnya, selama periode Januari-Februari 2015 Pertamina mencatatkan kerugian bersih sebesar USD212,3 Juta atau setara dengan Rp2,7 triliun (asumsi Rp13000/USD). Pertamina sendiri mengklaim bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh anjloknya bisnis di sektor hilir yang mencapai USD368 juta.
“Kalau dia rugi sebesar itu, perlu di audit oleh BPK. BPK kan akan menelusuri, yang buat rugi apa,” kata Marwan di Jakarta, Jumat (10/4).
Menurutnya, hasil audit secara menyeluruh dari BPK akan sangat diperlukan guna mengetahui apa penyebab pasti dari kerugian tersebut.
“Kalau akibat manajemennya, yah manajemennya lah yang bertanggung jawab, kalau pemerintah ya pemerintah tanggung jawab, jangan sampai kerugian ini akibat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pencitraan,” ujar Marwan.
Selain itu, lanjut Marwan, kerugian tersebut juga memang bisa saja juga karena situasi minyak yang fluktuatif.
“Pertamina perlu menjaga cadangan operasional, nah sewaktu membeli beberapa bulan sebelumnya, yang dibeli itu harganya masih tinggi, tapi ketika dijual, harganya murah. Makanya perlu diaudit, dari mana sumber kerugian,” imbuhnya.
Menurutnya, sudah seharusnya DPR mengusulkan BPK untuk mengaudit Pertamina dan menyampaikannya secara transparan.
“Harusnya DPR dapat mengusulkan BPK untuk mengaudit menyeluruh. Dan harus terbuka, jangan sampai yang buat rugi itu misalnya Pemerintah, lalu kemudian ditutup tutupi. Jangan sampai diawal masa jabatan pemerintah aktif menyerang Petral lalu ternyata praktik korupsi mafia itu masih ada. Artinya kan petral hanya kambing hitam dan dijadikan alat untuk pencitraan,” tandasnya.
Sebelumnya, Analis Ekonomi AEPI (Asosiasi Ekonomi-Politik Indonesia), Kusfiardi menilai bahwa kondisi tersebut berbanding terbalik dengan amanat Undang-Undang (UU) Perseroan yang menyebutkan bahwa Badan Usaha Plat Merah harus bisa meraup keuntungan.
“Konteks UU perseroan dan BUMN mestinya mengikat pada BUMN yang berbentuk persero. Harus ada audit BPK untuk menelisik lebih jauh apakah dalam kerugian Pertamina ada tindakan memperkaya diri sendiri dan orang lain,” kata Kusfiardi kepada Aktual melalui pesan singkatnya di Jakarta, Rabu (8/4).
Menurutnya, jika ditemukan unsur tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain, maka sudah seharusnya diproses melalui hukum. “Harus diproses hukum atas perbuatannya memperkaya diri sendiri dan orang lain yang berakibat pada kerugian perusahaan milik negara,” ujarnya.
Sehingga, sambung dia, jika kerugian perseroan timbul karena tindakan yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi (Tipikor) maka bisa dikenai delik tipikor. Namun jika kerugian korporasi dikarenakan situasi yang dianggap lazim akibat kondisi pasar, maka bisa saja dari hasil audit BPK jajaran manajemen dicopot akibat buruknya kinerja.
“Yang lebih pas untuk Pertamina ya buruknya kinerja direksi dan manajemen. Paling dekat harus ada tindakan terhadap direksi dan manajemen Pertamina tersebut. Bisa dengan copot direksi bahkan sampai level manajer,” ucap dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka

















