Mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/7). Ilham Arief ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka dugaan kasus korupsi proyek PDAM Makassar tahun anggaran 2006-2012. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Walikota Makassar periode 2004-2009, Ilham Arief Sirajuddin didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menunjuk PT Traya Tirta Makassar untuk menggarap proyek Pelaksanaan Kerjasama Rehabilitasi, Kelola dan Transfer Intalasi Pengolahan Air pada 2007-2013, milik PDAM Makassar.

Karena penunjukan langsung itu, Ilham mendapatkan komisi sebesar Rp 5.505.000.000 miliar, dan Direktur Utama PT Traya mendapatkan uang senilai Rp 40.339.159.843, sehingga menimbulkan kerugian negara sejumlah Rp 45.844.159.843,30.

“Walikota Makassar periode 2004-2009, Ilham Arief Sirajuddin didakwa melakukan tindak pidana korupsi, dengan mengarahkan Direksi PDAM Kota Makassar untuk menunjuk langsung PT Tirta Traya Makassar, memerintahkan untuk melakukan pembayaran air curah yang tidak dianggarkan RKAP PDAM kota Makassar dan meminta untuk tetap melanjutkan kerjasama, rehabilitasi, kelola dan transfer intalasi pengolahan air pada 2007-2013,” papar Jaksa KPK, Rini Triningsih, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/10).

Dalam pemaparannya, Jaksa Rini mengatakan bawa pada sekitar Januari 2005 Ilham selaku Walikota Makassar bertemu dengan Hengky di kantor Walkot Makassar. Dalam pertemuan itu Hengky menyampaikan keinginan agar PT Traya menjadi investor dalam rencana Kerjasama Pengelolaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang Makassar.

Setelah pertemuan tersebut, Ilham bertemu dengan Muhammad Tadjuddin Noor selaku Ketua Badan Pengawas PDAM Kota Makassar 2004-2005, Abdul Rachmansyah selaku Kepala Bagian Perencanaan PDAM Kota Makassar, Ridwan Syahputra Musagani selaku Direktur Utama PDAM Kota Makassar dan Abdul Latif selaku Asisten II Ekonomi Pembangunan dan Sosial Sekretariat Daerah Kota Makassar.

“Pertemuan itu menyampaikan rencana Kerjasama Pengelolaan IPA II Panaikang. Dalam pertemuan tersebut terdakwa juga menyampaikan telah menunjuk PT Traya sebagai investornya,” kata Jaksa Rini.

Dia menjelaskan setelah pertemuan dengan pejabat PDAM, Abdul Latif memerintahkan Abdul Rachmansyah untuk berkoordinasi dengan Michael Iskandar selaku Staf PT Traya agar proses pelelangan diarahkan untuk memenangkan PT Traya sesuai perintah Ilham Arief.

“Bahkan dalam dokumen lelang tertanggal 18 April 2005, Panita Lelang telah meminta PT Traya untuk melakukan tahapan selanjutnya, yaitu meminta kesiapan PT Traya untuk menandatangani MoU dan proses selanjutnya meskipun belum ada penetapan pemenang, karena pengumuman baru dilakukan 4 Mei 2005,” bebernya.

Selanjutnya, pada 10 Mei 2005 Ridwan Syahputra meminta Hengky untuk melakukan Pra Studi Kelayakan dan menyiapkan draft MoU. Kemudian, pada 20 September 2005 PT Traya menyampaikan hasil Pra Studi Kelayakan yang seolah-olah dibuat konsultan profesional, PT Konsindo Lestari.

“Atas persetujuan terdakwa, 4 Mei 2007 Muhammad Tadjuddin dan Hengky Widjaja menandatangani Perjanjian Kerjasama ROT IPA II Panaikang dengan nilai investasi 2 tahun pertama sebesar Rp78.303.861.000 yang terdiri dari biaya investasi sebesar Rp73.053.861.000 dan biaya pre operation sebesar Rp5.250.000.000 dan mencantumkan harga air curah yang dibayarkan oleh PDAM Kota Makassar kepada PT Traya sebesar Rp1.350 per meter kubik,” papar Jaksa Rini.

Atas perbuatan tersebut, mantan politikus Partai Golkar dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan