Jakarta, Aktual.com — Kerap kali kalah praperadilan dan salah dalam melakukan penindakan hukum, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo salah satu anggota kabinet Kerja Jokowi-JK layak untuk dicopot. Terlebih dalam satu tahun kerja kabinet Jokowi-JK dalam hal penegakan hukum tak menunjukan prestasi apapun.

Salah satu penindakan yang melawan hukum oleh Korps Adhyaksa itu yakni, penggeledahan yang dilakukan bawahan Jaksa Agung di kantor Victoria Securities Indonesia yang menabrak hukum. Tim jaksa dari Kejagung itu kembali berulang dengan menggeledah kantor VSI secara arogan tanpa memperlihatkan izin dari pengadilan pada Jumat (9/10).

Koordinator bidang hukum Indonesia Corruption Watch Emerson Yunto berpendapat, dengan adanya pelanggaran yang dilakukan bawahan Muhammad Prasetyo itu maka jelas yang bertanggung jawab adalah Jaksa Agung dari Partai Nasdem itu.

“Pertama karena tak menunjukan prestasi. Dalam hal ini, untuk apa dipertahankan. Disisi lain Jaksa Agung selaku ujung tombak, harus menentukan arah penengakan hukum,” ujar dia ketika dihubungi, Selasa (20/10).

Dia pun menyarankan, jika Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet jilid II, Politikus asal Nasdem itu yang harus direshuffle. “Kalau ada perombakan, Jaksa Agung yang harus diganti. Apalagi, selama ini kinerja Kejagung tidak begitu mengembirakan,” kata dia.

Dia menilai, dengan kinerja yang kurang menunjukan prestasi akan sulit untuk tetep membertahankan Jaksa Agung,” Sulit untuk mempertahankan,” ujar dia.

Perlu diketahui, selama ini Kejagung yang dipimpin Muhammad Presetyo kerap kali kalah oleh para tersangka dugaan kasus korupsi. Kejagung ketika itu kalah lewat praperadilan melawan Dahlan Iskan yang terjerat kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan gardu induk di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) tahun anggaran 2011-2013.

Kemudian, Kejagung juga kalah telak melawan PT VSI yang ketika menggugat Kejaksaan Agung yang dikomandoi oleh Muhammad Prasetyo itu.

Pihak Kejagung sebelumnya melakukan serangkaian penggeledahan yang tak didasari surat dari pengadilan. Bahkan, penggeledahan itu salah alamat. Kemudian, pihak VSI pun melayangkan gugatan praperadilan atas tindakan arogan Kejagung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Telak, pihak VSI pun memenangkan gugatan praperadilan itu, dan penggeledahan yang dilakukan pihak Kejagung tidak sah. Dalam amar putusan itu disebutkan, penggeledahan yang dilakukan Kejagung harus disertai dengan izin Ketua Pengadilan setempat.

Sudah kalah telak, Kejagung belakangan kembali melakukan seraingkaian penggeledahan di kantor VSI pada tanggal 9 Oktober 2015. Penggeledahan yang dilakukan pihak Kejagung itu pun sama seperti penggeledahan pada tanggal 12-13-14 dan 18 Agustus 2015, tidak disertai dengan surat dari Pengadilan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby