Jakarta, Aktual.com — Satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo wajah penegakan hukum Indonesia salah satu yang menjadi sorotan. Salah satunya tentang kepemimpinan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo selama satu tahun.
“Ada beberapa kasus tindak pidana korupsi yang menarik perhatian masyarakat yang ditangani satgasus,” kata Kapuspenkum Amir Yanto di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (20/10).
Setidakny ada senam kasus penonjol dalam kepemimpinan Prasetyo.
1. Penyidikan dugaan korupsi pengalihan hak atas tanah milik PT KAI menjadi HPR oleh PT ACK oleh Pemkot Medan. Sudah ada 2 tersangka yang ditetapkan yaitu bekas Wali Kota Medan Rohutman Harahap dan Direktur PT ACK Handoko Lie. Kasus ini bermula di tahun 2010 ketika PT ACK mengajukan permohonan perpanjangan hak pengelolaan lahan milik PT KAI seluas 7,6 hektare melalui Pemkot Medan.
Namun PT ACK telah menghilangkan atau tidak memenuhi kewajiban dan malah bekerja sama dengan Rohutman yang menyetujui proses permohonan itu. Padahal Rohutman sudah tidak menjabat lagi sebagai Wali Kota Medan.
Berdasarkan perhitungan BPKP, jaksa menyebut kerugian negara sebesar Rp 54 miliar. Sejauh ini jaksa sudah memeriksa 60 orang saksi, 4 orang ahli dan perkaranya sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Jaksa telah menyita lahan seluas 3,4 hektare di Jalan Jawa Kota Medan dan sisanya sudah diblokir di BPN Kota Medan.
2. Perkara tindak pidana korupsi pengadaan mobil listrik di Kementerian BUMN dengan 2 tersangka yaitu Dasep Ahmadi dan Agus Suherman. Kasus ini berawal di tahun 2013 ketika Kementerian BUMN mengadakan 16 unit mobil listrik untuk kegiatan KTT APEC Asia Pasifik di Bali.
Saat itu ada 3 BUMN yaitu PT Bank BRI, PT PGN dan PT Pertamina yang menjadi penyandang dana sebesar Rp 32 miliar. Untuk pengadaan mobil listrik itu dibuatkan kontrak antara Dasep Ahmadi selaku Direktur PT SAP dengan 3 BUMN itu, namun jaksa menyebut sampai dengan batas waktu kontrak yang ditentukan pembuatan 16 unit mobil listrik tersebut tidak terealisasi justru pada akhirnya mobil listrik tersebut baru dapat diselesaikan sebagian pada bulan Mei 2014.
Jaksa menyebut 16 unit mobil tersebut tidak dapat dimanfaatkan serta tidak mendapat sertifikasi layak jalan oleh Kementrian Perhubungan, padahal dana sebesar Rp 32 miliar telah dibayarkan lunas kepada PT SAP pada bulan Desember 2013 sesuai perjanjian yang disepakati.
Kemudian jaksa menyebut ada siasat buruk dari para tersangka untuk menghibahkan 16 unit mobil itu ke beberapa universitas untuk penelitian. Akibat dari perbuatan tersebut negara telah dirugikan kurang lebih sebesar Rp 32 miliar.
Dalam kasus ini sudah ada 38 saksi yang diperiksa, 4 orang ahli dan saat ini perkara tersebut dalam persiapan pelimpahan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
3. Perkara dugaan penyalahgunaan dana hibah dan bantuan sosial Kabupaten Cirebon tahun anggaran 2009 sampai dengan 2012. Tersangka yang telah ditetapkan yaitu Wakil Bupati Cirebon Tasiya Soemadi, Ketua DPC PDIP Subekti Sunoto dan Wakil Sekretaris DPC PDIP Emon Purnomo.
Kasus ini berawal pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, ketika Tasiya Soemadi selaku Ketua DPP memerintahkan kepada Emon Purnomo dan Subekti Sunoto untuk melakukan pemotongan terhadap dana hibah maupun bansos yang diberikan kepada pihak-pihak yang namanya terdaftar dalam penerima bansos tersebut.
Selain itu mereka juga diminta menyerahkan beberapa nama-nama penerima dana hibah maupun bansos kepada pihak-pihak tidak tepat sasaran sebagaimana peruntukannya berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,6 miliar.
Jaksa sudah memeriksa 200 orang saksi, 3 orang ahli dan saat ini perkara tersebut dalam persiapan pelimpahan ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa juga telah menyita 3 unit rumah beserta sertifikatnya .
4. Perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah dan bantuan sosial Pemprov Sumatera Utara tahun anggaran 2012 sampai dengan 2014. Sampai saat ini jaksa belum menetapkan seorang pun tersangka.
Kasus ini berawal pada tahun 2012 Provinsi Sumatera Utara mendapatkan dana hibah sebesar Rp 294 miliar dan dana bansos sebesar Rp 25 miliar, kemudian pada tahun 2013 Pemprov Sumatera Utara menerima dana hibah sebesar Rp 2 triliun dan dana bansos Rp 43 miliar, sebagai pelaksanaannya kemudian diduga penyaluran dana-dana tersebut tidak tepat sasaran sehingga dalam pertanggungjawabannya Pemprov Sumatera Utara Cq. Satuan Kerja telah membuat pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan Peraturan Kemendagri tentang penyaluran dana hibah dan dana bansos sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 247 miliar.
Sejauh ini jaksa sudah memeriksa 247 orang saksi antara lain dari pihak pengelola Bansos dalam hal ini satuan kerja sebagai penyalur dan para penerima dana bansos tersebut, 3 orang ahli. Saat ini jaksa sudah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan kasus suap Hakim PTUN Medan sehubungan dengan gugatan Pemprov Sumatera Utara terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
5. Perkara dugaan tindak pidana korupsi penjualan hak tagih/cessie Bank BTN kepada PT Adhyesa Ciptatama senilai Rp 167 miliar oleh BPPN kepada PT Victoria Securitas International Corporation.
Kasus ini berawal ketika tahun 2003 PT Bank BTN mengalami kesulitan likuidasi sehingga dilakukan restrukturisasi oleh BPPN, sehubungan dengan hal tersebut maka BPPN telah mengambil alih pengelolaan Bank PT BTN termasuk asset-aset kredit maupun hak tagihnya yang ada pada PT Adhyesa Ciptatama.
Sejauh ini jaksa sudah memeriksa 18 orang saksi, 3 orang ahli (dari Universitas Gajah Mada, OJK, BPK) dan saat ini dalam proses pengajuan izin sita ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait adanya putusan praperadilan yang menyatakan penggeledahan dan penyitaan tidak sah.
6. Perkara dugaan tindak pidana korupsi Sport Science pada Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 80 miliar. Sudah 2 tersangka yang ditetapkan yaitu Brahmantory dan Rino Lande.
Kasus ini berawal pada tahun 2011, Kemenpora telah mengadakan pengadaan sarana olah raga pada Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga berupa peralatan sport science dalam rangka untuk mengisi gedung olah raga di Hambalang Kabupaten Bogor.
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut tersangka Brahmantory selaku PPK telah merekayasa bersama-sama tersangka Rino Lande selaku rekanan (Direktur PT. PUM) yang seolah-olah pengadaan tersebut telah dilakukan lelang secara umum padahal kenyataannya pelelangan tersebut telah direkayasa sebelumnya agar PT PUM ditetapkan sebagai pelaksana.
Kemudian dalam penentuan PPS tersebut peralatan yang akan diadakan telah dilakukan mark up harga oleh PT PUM dan disetujui oleh Brahmantory selaku PPK, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 35 miliar dari selisih harga satuan barang yang diadakan.
Asal perkara ini dari pul data dan pul baket KPK yang diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk dilakukan penyidikan dan saat ini telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 40 orang saksi, 3 orang ahli (dari BPKP, LKPP dan ahli Keuangan Negara) dan perkara tersebut saat ini dalam proses pemberkasan.
Jaksa juga menyita peralatan sport science dan uang sebesar Rp 1,5 miliar dan 1 unit mobil Alphard tahun 2013 dari PT PUM.
Artikel ini ditulis oleh: