Jakarta, Aktual.co — Kapoksi komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Hary Poernomo menilai Pertamina merugi Rp2,7 triliun pada kuartal pertama 2015 menimbulkan ketidak-beresan dalam tubuh perusahaan tersebut. Pasalnya, saat ini harga minyak sedang turun, sedangkan seharusnya Pertamina tidak sampai merugi jika bisa menekan ongkos produksi.
“Menurut saya Pertamina tidak merugi, pendapatan menurun mungkin. Saya tidak tahu isi perutnya Pertamina, bisa jadi ongkos produksi lebih besar dari pendapatan, jadinya merugi. Seharusnya Pertamina bisa menekan ongkos. Kalau rugi karena harga minyak turun, berarti gak bener pertamina itu,” ujar Hary usai Diskusi ‘Revisi UU Migas’ di DPR, Jakarta, Kamis (9/4).
Menurutnya, Pertamina seharusnya bisa menyesuaikan ongkos biaya produksi dengan penurunan harga minyak dunia.
“Kalau harga lagi turun seharusnya Pertamina ada penyesuaian, pembelanjaannya yang tidak perlu dikurangi. Saya yakin ongkos produksi minyak mentah tidak sampe USD50 per barel. Mestinya Pertamina masih untung,” ujarnya.
Sekali lagi, Hary menekankan jika harga minyak turun pertamina merugi berarti ada yang salah pada pertamina.
“Kalau Pertamina merugi karena intervensi pemerintah itu lain soal, jadi apa yang buat rugi? Kalau karena menanggung subsidi itu mungkin. Tapi BBM kan sudah tidak disubsidi. Namun kalau harga minyak turun dia rugi berarti ada yang tidak bener tuh Pertamina,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Ketua Komisi VI DPR RI Hafisz Tohir sebelumnya mengatakan bahwa Pertamina mengalami USD700 juta target yang tercecer sampai bulan Maret dengan kerugian USD212 juta hingga bulan Februari 2015. Menurutnya, pertamina akan merugi USD1 miliar (Rp13 Triliun kurs Rp13.000) hingga akhir tahun jika tidak merubah perhitungan dengan cara yang efisien.
“Ada kerugian USD212 juta. Kalau kita hitung target keuntungan Pertamina per bulan Maret itu USD500 juta. Artinya ada target yang terececer USD700 juta,” ujar Ketua Komisi VI Hafisz Tohir di Jakarta.
Menurutnya, Pertamina telah merugi USD712 juta berdasarkan perhitungan kerugian dari laba bersih USD210 juta ditambah dengan target yang tidak tercapai USD502 juta.
“Jadi minus USD210 juta dan positif USD502 juta itu nggak tercapai selisih nya itu, yang gap nya itu USD712 juta. Ini akan cenderung terus sampai akhir tahun di medium semester kedua di kuartal ke-3 tahun 2015. Kalau bulan Desember dirata-rata maka bisa saja pertamina menelan kerugian hingga USD1 miliar. Dirut Pertamina harus mengubah cara pikirnya dengan cara-cara yang efisien,” ujar Hafisz.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka













