Jakarta, Aktual.co — Langkah pemerintah yang akan mengeluarkan kebijakan penghapusan sanksi pajak (sunset policy) yang waktunya berbarengan dengan pengampunan pajak (tax amnesty) dinilai akan menghadapi masalah. Pasalnya, kedua kebijakan tersebut dinilai saling bertentangan dan wajib pajak akan cenderung memilih fasilitas tax amnesty.
“Apple to apple tahun 2008 dan 2015, di 2008 sudah sekitar 20 tahun dari tax amnesty tahun 1994-1996, berati wajib pajak menunggu lama, baru tujuh tahun akan dijual lagi, ada risiko disitu,” ujar pengamat pajak, Yustinus Prastowo saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR-RI di Jakarta, Kamis (9/4).
Lebih lanjut dikatakan dia, jika kebijakan tersebut dilakukan dalam waktu berbarengan, sudah tentu wajib pajak akan memilih tax amnesty.
“Sekarang wajib pajak diberi dua produk, sunset policy tarifnya 30 persen dan tax amnesty tarifnya 5 persen dan pengampunan pidana. Wajib pajak pasti menunggu kapan tax amnesty, oleh karena itu pemerintah harus pilih mana kebijakan yang paling strategis,” jelasnya.
Prastowo juga mengatakan penerapan sunset policy akan memakan waktu lama dan tidak efektif untuk mencapai target penerimaan pajak. Kebijakan tersebut, kata dia, butuh waktu persiapan sekitar tiga bulan dan pelaksanaannya butuh 8-10 bulan. Dan dalam kurun waktu tersebut, pemerintah kehilangan potensi pajak sekitar Rp5 triliun per harinya.
“Berarti fresh money belum bisa didapatkan di tahun ini,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan penerimaan dari sektor perpajakan mencapai Rp1.296 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah menargetkan Rp904,1 triliun berasal dari penerimaan rutin, sedangkan Rp390,2 triliun dari kebijakan upaya lebih atau extra effort.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka
















