Jakarta, Aktual.com – Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akui meminta pengembang PT Agung Podomoro untuk biayai pembangunan jalan layang non tol (JLNT) di Pluit Barat pakai dana CSR.
Biaya untuk pembangunan jalan non tol berbentuk layang itu, diakuinya, memang besar. Bisa tiga hingga empat kali dibanding jalan biasa. Meski berbiaya besar, pihak Agung Podomoro ternyata tidak keberatan membiayai jalan yang diklaim untuk mengurangi kemacetan di kawasan Pluit tersebut.
Ahok menilai Agung Podomoro lakukan hal positif dengan gunakan dana CSR membangun jalan. Sebab, kata Ahok, dana Pemprov DKI untuk membangun jalan layang terbatas.
Mengenai alasan jalan layang itu dibuat, Ahok juga punya penjelasan. Kata dia, kawasan Pluit ke depannya diperkirakan bakal berkembang pesat. Sehingga jika tidak buru-buru dibuat jalan, kemacetan di sana akan semakin parah.
Untuk alasan mengapa dibangun jalan layang dan bukan jalan biasa, ini penjelasan Ahok. Kata dia, di daerah itu banyak pemukiman padat penduduk, sehingga tidak bisa dibuat jalan biasa.
Jalan layang itu nantinya akan menghubungkan kawasan Pluit dengan akses tol Bandara Soekarno – Hatta dan Tol Tanjung Priok.
Dia juga menepis kekhawatiran proyek itu bakal menimbulkan banjir. Kata Ahok, meski jalan itu dibangun pengembang tetapi pengawasan tetap Pemprov DKI yang lakukan. “Jadi dampak lingkungannya sudah benar-benar diperhitungkan,” begitu kata dia.
Dengan alasan-alasan itu, Ahok mengaku heran ada warga Pluit yang menolak. Bahkan Ahok menilai demo warga sebagai hal yang aneh.
“Jalan layang ini dibangun untuk mengurangi kemacetan di kawasan Pluit dan sekitarnya sehingga tidak mungkin warga menolaknya. Jadi yang kemarin demo mengaku warga Pluit. Warga Pluit yang mana ?” ucap dia setengah menuding, di Jakarta, Senin (26/10).
Diketahui, Sabtu (24/10), ratusan warga Pluit berunjukrasa menolak pembangunan jalan layang Pluit yang digarap Agung Podomoro. Demo digelar di pertigaan Jalan Pluit Barat dan Pluit Utara, Pluit, Jakarta Utara.
Mereka menganggap pembangunan jalan layang itu hanya menguntungkan pengembang Agung Podomoro dan penghuni perumahan elit Green Bay dan Pluit City saja. Warga menganggap jalan layang itu tidak ada kaitan dan untungnya dengan mereka. “Tidak ada manfaatnya untuk warga sekitar,” ujar salah seorang pengunjukrasa, Sabtu (24/10).
Warga juga menganggap pembangunan jalan layang tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang dan wilayah Pemprov DKI. Parahnya lagi, warga juga mengaku tidak dilibatkan dalam penyusunan dan sosialisasi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) proyek tersebut.
Klaim dari anak perusahaan Agung Podomoro yakni PT Muara Wisesa bahwa sudah ada sosialisasi ke warga juga dibantah. Karena tidak diwakili warga secara representatif.
Kekhawatiran lainnya, warga menganggap proyek yang menggunakan sebagian besar badan Tanggul Pluit itu rawan membuat tanggul jebol sehingga bisa menyebabkan banjir.
Lagipula, pembangunan di atas tanggul adalah melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, khususnya Pasal 15. Belum lagi dengan gangguan polusi terhadap warga selama proyek itu dikerjakan pengembang.
“Tapi seperti biasa, Ahok sepertinya hanya akan anggap angin lalu pendapat warga dan genjot proyek terus berjalan. Bila perlu tentara pun digunakan bila ada yang menghambat,” ujar seorang warga.
Artikel ini ditulis oleh: