RAPBN 2016 (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) mengungkapkan bahwa level perampokan anggaran oleh para oligarki politik yang membajak institusi negara saat ini, bila dianalogikan dengan bencana alam, bukan lagi di level waspada, namun sudah memasuki level awas.

“RAPBN 2016 sedang diincar dan dimangsa oleh drakula politik yang rencananya akan disahkan oleh DPR pada 30 Oktober 2015,” ujar Salamuddin Daeng di Jakarta, Kamis (29/10).

Sumber daya alam saat ini, lanjutnya telah habis dimangsa oleh para drakula politik yang berkuasa di negeri ini, mereka menyisakan kerusakan lingkungan, kebakaran hutan, asap, kekeringan.

“Satu-satunya sumber yang mau dilahap adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui berbagai skema ribuan projek infrastruktur, penyertaan modal ke BUMN, penyertaan modal ke lembaga keuangan international, seperti AIIB dan World Bank, untuk tujuan untuk melipatgandakan utang,” jelasnya.

Dikatakan Daeng, di tengah kejatuhan harga komoditas seperti sawit, batubara, minyak, dan sumber daya alam lainnya, para taipan, saudagar, yang di-backup oleh para marsose, bodyguard politik dan intelektual, semakin kelaparan dan kehausan, semakin ganas dan “haus darah segar”.

“Darah paling segar itu adalah APBN. Itulah mengapa RAPBN 2016 sangat ambisius, naik dari target APBNP 2015. Padahal APBNP sebelumnya tersebut tidak mencapai target,” tegasnya.

“Ini jelas tidak waras bagaikan pungguh merindukan bulan. Ambisi ini akan dicapai dengan mencekik rakyat dengan pajak berlipatganda, cukai yang selangit, dan berbagai pungutan yang mencekik leher,” tambahnya.

Tidak hanya itu, lanjutnya, drakula politik akan menjual negara kepada asing dengan mengemis utang luar negeri, menjual BUMN dan menjadikan APBN sebagai proyek bersama antara para taipan, saudagar, yang menguasai negeri bersama sama dengan modal asing.

“Negara dipimpin oleh Presiden yang lemah, dengan sistem politik yang amburadul telah dimanfaatkan oleh para drakula politik yang habitanya tidak punya nurani terhadap penderitaan rakyat, miskin, menganggur dan menderita berbagai penyakit akibat bencana pembakaran lahan dan asap,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka