ATTENTION EDITORS - VISUAL COVERAGE OF SCENES OF INJURY OR DEATHIsraeli border policemen stand next to the dead body of a Palestinian man who attempted to stab paramilitary police at an entrance to Jerusalem's walled Old City and was shot dead, an Israeli police spokeswoman said October 14, 2015. Israel started setting up roadblocks in Palestinian neighbourhoods in East Jerusalem and deploying soldiers in cities across the country on Wednesday to try to combat the worst surge of violence in months. Seven Israelis and 30 Palestinians, including children and assailants, have been killed in two weeks of bloodshed in Israel, Jerusalem and the occupied West Bank. REUTERS/Faiz Abu RmelehTEMPLATE OUT TPX IMAGES OF THE DAY *** Local Caption *** Polisi perbatasan Israel berjaga di sebelah jenazah pria Palestina yang mencoba menusuk polisi paramiliter di pintu masuk Kota Tua Yerusalem yang ditembok dan ditembak mati, menurut juru bicara polisi, Rabu (14/10). Israel mulai memasang blokade jalan di wilayah Palestina Yerusalem Timur dan menurunkan tentara di sejumlah kota di seluruh negeri kemarin dalam upaya memerangi gelombang kekerasan dalam beberapa bulan belakangan. Tujun warga Israel dan 30 Palestina, termasuk anak-anak dan penyerang, tewas selama dua minggu pertumpahan darah di Israel, Yerusalem dan wilayah pendudukan Tepi Barat. ANTARA FOTO/REUTERS/Faiz Abu Rmeleh/djo/15

Yerusalem, Aktual.com – Seorang polisi paramiliter Israel, menembak mati warga Palestina yang menusuk tentara di Tapi Barat pada Kamis (29/10), demikian pihak kepolisian dan militer Yahudi.

Penusukan yang diikuti dengan penembakan pada Kamis tersebut merupakan insiden terbaru dari gelombang peristiwa serupa yang terjadi pada satu bulan ini.

Serangan yang terbaru tersebut, sebagaimana penusukan yang terjadi pada beberapa waktu terakhir, terjadi di kota Hebron, Tepi Barat. Dengan demikian, pusat kekerasan kini bergeser dari Yerusalem menuju ke Tepi Barat.

Salah satu faktor yang menyebabkan perpindahan titik kekerasan tersebut adalah pengamanan ketat oleh kepolisian di pemukiman warga Israel keturunan Palestina di Yerusalem.

Sementara itu, salah satu penyebab munculnya gelombang penusukan adalah ketegangan relijius terkait status Masjid al-Aqsa yang merupakan tempat suci baik bagi kaum Muslim maupun pemeluk Yahudi.

Dalam aturan yang berlaku pasca-perang 1967, kaum Yahudi hanya diperbolehkan untuk mengunjungi Masjid al-Aqsa dan tidak boleh berdoa di tempat tersebut. Sementara di sisi lain, pihak Muslim boleh melakukan keduanya.

Namun naiknya kunjungan kelompok Yahudi di kompleks masjid tersebut kemudian memunculkan tudingan dari pihak Muslim bahwa Israel hendak mengubah aturan beribadah.

Pemerintah Israel sendiri sudah menyatakan komitmen untuk tidak mengubah aturan yang sudah berlaku sejak lama di masjid yang terletak di Kota Tua, Yerusalem, tersebut.

Dikutip dari Reuters, Kamis, juru bicara militer menerangkan bahwa pelaku penusukan melakukan aksinya di pos pengawasan militer dekat dengan tempat yang dianggap suci, baik oleh Yahudi maupun Muslim Hebron. Melihat insiden tersebut, seorang anggota kepolisian paramiiter kemudian menembak pelaku.

Korban penusukan sendiri hanya menderita luka ringan.

Sejak gelombang penusukan terjadi pada 1 Oktober lalu, setidaknya 61 warga Palestina ditembak mati oleh Israel di Tepi Barat dan Gaza. Namun, hanya 34 di antara mereka yang merupakan pelaku penyerangan dengan pisau maupun senjata api.

Di sisi lain, 11 warga Israel tewas karena penusukan dan penembakan.

Amnesti Internasional mengatakan bahwa beberapa pembunuhan terhadap warga Palestina yang dilakukan Israel sama sekali tidak adil. Organisasi tersebut juga menuding Israel telah menggunakan “tindakan ekstrim dan melanggar hukum.”

Artikel ini ditulis oleh: