Jakarta, Aktual.com — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo bersama jajaran Kejaksaan Agung, termasuk Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun) Noor Rochmad mengklarifikasi surat berisi fatwa atau pendapat hukum atas permintaan Direktur PT Pelindo II RJ Lino.
Belakangan surat fatwa itu, dijadikan salah satu dasar bagi Pelindo II untuk memperpanjang konsesi pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (Jakarta International Container Terminal/JICT) dengan Hutchinson Port Holding, sebuah perusahaan asal Hongkong, yang belakang jadi kontroversi.
Di hadapan Pansus Pelindo II, baik Prasetyo maupun Noor Rochmad mengklaim isi surat LO yang disampaikan atas permintaan Pelindo sama sekali tak menyangkut perpanjangan konsesi JICT.
“Kerja sama dibatasi hanya berkaitan dengan masalah Pelindo sebagai operator, dan bukan regulator,” kata Prasetyo di DPR dalam rapat Pansus Pelindo II, Kamis (29/10).
Mantan kader Partai Nasdem itu menyebutkan, surat LO dari kejagung pada 21 November 2014 itu justru mengimbau Pelindo II agar tunduk pada UU nomor 17/2008 tentang Pelayaran. Yakni tak melanggar prinsip sebagai regulator seperti diatur di penjelasan pasal 344 UU dimaksud.
Senada dengan Jaksa Agung, Noor Rochmad menegaskan bahwa sepanjang Pelindo II bekerja sama dengan pihak ketiga menyangkut sisi sebagai operator, maka dipersilahkan. Namun ketika menyentuh ranah sebagai regulator, harus ada persetujuan Pemerintah.
“Intinya, pelindo II bisa kerja sama dengan pihak ketiga, asal asas perjanjian dipenuhi. Ketentuan perjanjian sesuai UU harus dipenuhi, dan materi diperjanjikan bukan ranah regulator,” kata Noor Rochmad.
Dia pun berkilah, bahwa Jamdatun mengamini kontrak Pelindo dengan JICT sama sekali keliru. Pasalnya, ujar dia, pihaknya sama sekali tak memberikan itu.
Kemudian, keduanya baik Jaksa Agung dan Jamdatun tercengang ketika anggota Pansus Pelindo II dari fraksi PPP M Iqbal menunjukkan fotokopi surat lainnya dari Kejagung untuk Direksi PT Pelindo.
Surat yang ditunjukan itu tertera 17 Maret 2014, dan berisi pendapat hukum untuk perpanjangan konsesi JICT. Surat itu ditandatangani Jaksa Utama Memed Sumenda mengatasnamakan Jamdatun.
Namun demikian, Jaksa Agung buru-buru membantah, bahwa dia belum pernah membaca surat bertanggal 17 Maret itu. Tetapi diakuinya, bahwa di surat 17 Maret itu memang tak menyinggung keberadaan UU 17/2008 tentang Pelayaran.
“Seharusnya, LO yang diberlakukan adalah yang terakhir (bertanggal 14 November). Artinya yang sebelumnya (yang 17 Maret) tidak berlaku lagi,” kata Prasetyo.
Sebelumnya, sejumlah anggota Pansus menyatakan bahwa keberadaan pendapat hukum Kejaksaan Agung itu memperkuat kongkalikong RJ Lino dalam perpanjangan konsesi JICT yang kontroversial itu.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Wisnu